Kamis, 26 Februari 2009

PSIKOLOGI PENJUALAN

Pengertian Psikologi

Menurut pakar psikologi, yang dimaksudkan dengan psikologi adalah suatu ilmu yang mempelajari kesadaran manusia dan “makluk hidup” lainnya, dengan mempelajari tingkah lakunya, yang timbul disebabkan pengaruh luar terhadap jiwa dan lingkungannya.
Apa yang dimaksud dengan makhluk hidup di sini? Coba simak contoh berikut ini. Rombongan wisatawan itu baru saja turun dari pesawat. Setelah semua barang-barang diterima, rombongan menuju ke bagian pemeriksaan bea & cukai. Tiba-tiba seorang wanita berteriak dan jatuh pingsan setelah ketahuan ia membawa narkotik tanpa sepengetahuannya. Rupanya, wanita itu sadar bahwa titipan seseorang yang diteimanya ternyata “barang haram”, yang membuatnya celaka. Rombongan yang tadinya sedang gembira-gembiranya, semua terdiam. Semuanya saling berpandangan, lesu tanpa bergeming, kecewa dan geram.

Apa yang kita lihat dari cerita ini? Suatu kenyataan bahwa kalau ada rangsangan tertentu, maka makhluk hidup (termasuk manusia) akan memberikan reaksinya walau dengan cara yang berbeda-beda. Perasaan sedang takut, atau kecewa itu, hanya terjadi pada makhluk hidup dan tidak mungkin pada benda mati seperti patung, batu atau pohon, karena benda mati tidak memiliki kesadaran.
Jadi kesadaran hanya ada pada makhluk hidup, yaitu suatu pengalaman batin yang timbul karena adanya dorongan atau simulus dari lingkungannya
Berikut diberikan contoh pengertian psikologis dengan cerita :

Contoh 1 :
Dalam suatu perjalanan wisata di Bangkok, dua orang pria pengikut tour yang sama-sama ganteng, tertarik pada seorang gadis Chingmai yang terkenal rancak itu. Seperti halnya waktu di Taipei, yang selalu dapat cewek cakep adalh Mardo’i, sedangkan temannya Masduki baru dapat cewek karena belas kasihan Mardo’i yang selalu agresif.

Masalahnya ialah, Mardo’i pintar bergaul. Dia tidak pernah menunggu bola, primsip “jemput bola” selau diterapkannya. Jadilah ia seorang yang “pro-active”, karena itu ia selalu berhasil. Tidak sepertiMasduki, yang harus menunggu duren runtuh, kalau pun ada berebut dulu dengan harimau, paling-paling dapat sisanya.
Contoh 2 :
Pada suatu kafe yang ramai dikunjungi kaum selebritis. Anda jadi bingung melihat cewek yang “aduhai”. Di antara cewek yang banyak itu. Anda tertarik pada seseorang yang berbaju merah jambu. Mata anda selalu tertuju kepadanya tanpa putus-putusnya, di luar kesadaran anda sendiri, tiba-tiba anda sadar dan melihat di sekeliling anda rupanya ada orang yan memperhatikan anda.
Tanpa anda sadari, anda sudah memusarkan pikiran anda kepada gadis berbaju merah jambu, tanpa menghiraukan keadaan di sekeliling anda. Rupaya lingkungan di kafe itu telah mempengaruhi tingkah laku anda, atau secara psikologis anda sudah terpengaruh tanpa anda sadari.
Hal seperti ini akan sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Jika ada rangsangan atau simulus, maka makhluk hidup, seperti manusia dan binatang, akan memberikan reaksi dengan cara yang berbeda-beda.

Tingkat Kesadaran
Bila sedang memperhatikan tari Barong di Bali, Anda akan asyik menyaksikan kelincahan sang Barong muncul dengan gerak gerik jenaka memikat wisatawan yang menyaksikannya. Semua perhatian terpusat pada Barong yang seakan-akan binatang benar-benar hidup.
Perhatian yang terpusat kepada Barong itu, membuat anda tidak ingat akan hal-hal lain, kecuali Barong. Disitu kita dapat melihat bahwa sebenarnya ada dua tingkat kesadaran, yaitu tingkat kesadaran nayata dan tingkat kesadaran tidak nyata.
a. Tingkat Kesadaran Nyata
Bila kita memperhatikan sesuatu, hal itu dapat diartikan sebagai tengah sadar tentang sesuatu yang dilihat. Bila anda sedang mengetik di komputer, kemudian terdengar lagu kesayangan anda di TV atau radio, serta merta anda meninggalkan ketikan anda, kemudian mendengar lirik dan alunan musik yang merdu, anda dikatakan sadar sepenuhnya, yaitu sadar meninggalkan ketikan dan sadar mendengar lagu kesayangan anda itu.
Contoh lain, bila sedang mengadakan perjalanan wisata ke Hongkong, anda membeli Guide Map supaya jangan nyasar. Setelah anda beli, anda asyik sendiri memperhatikan peta tersebut dan mencoret atau memberi tanda tempat-tempat yang penting. Memberi tanda pada map itu adalah perbuatan itu disadarinya, sering orang itu lupa pada hal-hal lain, jika tingkat kesadarannya itu lebih dominan.
b. Tingkat Kesadaran Tidak Nyata
Kalau anda biasa tinggal di Bandung, setelah 25 tahun merantau dan datang lagi ke Bandung pasti ada tempat atau lokasi yang anda tidak ingat seperti warung jajan enak di Jalan Kopo. Walau ragu-ragu, itu tidak berarti kita sudah melupakan, karena kalau dicari dan dicari lagi pasti lokasi warung itu anda temukan.
Demikian pula, kalau anda sedang sibuk menyaksikan TV di malam hari, kemudian ada tamu datang membunyikan bel di depan rumah, anda bukan tidak tahu bahwa ada tamu datang, tetapi karena sedang asyik melihat TV seakan-akan anda tidak ada perhatian atas kedatangan tamu tadi. Inilah yang disebut tingkat kesadaran yang tidak nyata.

Penerapan Psikologi Dalam Penjualan
Coba bayangkan, anda seorang petugas di counter Biro Perjalan Wisata (BPW) pada suatu hotel. Kemudian datang seorang wisatawan menanyakan besok jam berapa counter anda di buka.
Sebagai seorang penjual, anda jangan hanya menjawab besok jam 8.00 pagi saja, tetapi seharunya menanyakan kepada wisatawan itu apa keperluannya. Kalau dia ingin membeli tiket wisata, anda bisa langsung memberikan leaflet paket wisata yang ada, sehingga wisatawan itu dapat mempelajarinya, dan besok pagi ia datang kepada anda sudah punya pilihan dan tinggal menegaskan, paket wisata mana yang dipilihnya.
Contoh lain, waktu bus akan berangkat untuk One Day Tour ke Karangasem, seorang wisatawatan wanita menanyakan, apakah nanti bisa masuk Pura, karenadia sedang datang bulan (coming moon). Karena menurut cerita yang pernah di dengar wisatawan itu, kalau pantang itu dilanggar, akan terjadi musibah atas dirinya.
Sebagai penjual agar bus wisata itu bisa penuh, dan merasa kasihan kalau wisatawan itu tidak ikut, maka Anda dapat saja mengatakan : “Cerita itu hanya cerita dari mulut ke mulut, yang belum pernah diselidiki kebenarannya. Karena itu anda bisa saja ikut dan boleh masuk ke Pura, walau sedang haid. Jadi anda “menari” antara keinginan menjual dengan cerita yang membuat barang dagangan anda tidak terjual.
Bukankah menjual itu harus dilakukan dengan membujuk dan untuk membujuk digunakan pendekatan psikologi, sehingga tindakan membujuk itu tidak dilakukan secara kasar, tetapi secara sadar dapat dilakukan dan tindakan itu tidak merugikan kedua belah pihak yang melakukan transaksi.
Mengapa Orang Membeli
Menjual itu pada dasarnya merupakan suatu cara bagaimana meyakinkan orang lain tentang gagasan atau ide kita sehingga ia menerima dan berbuat sesuai dengan gagasan atau ide yang kita sampaikan. Dalam kegiatan menjual, kita harus berusaha membujuk orang agar mau membeli barang atau jasa yang kita tawarkan. Tidak ubahnya seperti seorang psikolog, kita tidak hanya harus mengetahui cara-cara mengemukakan ide atau memberi usul, tetapi juga harus tahu motivasi seseorang itu melakukan pembelian.
Kita dapat bertanya pada diri kita sendiri, misalnya “Mengapa saya membeli cenderamata kalau berkunjung ke Bali” atau “Mengapa saya selalu menginap di Melia Hotel, kenapa tidak di Remada Inn? Kenapa saya suka makan di restoran Padang, dan tidak di Kentucky Fried Chicken?”.
Dulu, praktik-praktik penjualan sering dilakukan dengan tidak jujur. Trik-trik yang tidak jujur membuat pelanggan merasa kecewa. Seperti kalau anda membeli patung di Kintamani. Waktu menawarkan diperlihatkan patung yang kelihatan halus, terbuat dari kayu Eban. Tetapi kalau anda tidak hati-hati, setelah anda bayar dan tidak melihat kembali patung yang dibungkus atau diserahkan pada anda, bisa patung itu terbuat dari kayu nangka dengan raut kasar yang tidak menarik.
Yang penting kita harus mengetahui, mengapa seseorang itu membutuhkan sesuatu. Dengan mengetahuinya kita akan dapat memberi saran kepada calon pelanggan, mana yang baik dan sesuai dengan keinginannya. Ya….. kita menolong pelanggan membeli.
Di sinilah usaha membujuk itu. Tetapi untuk membujuk seorang pelanggan agar mau membali, terlebih dahulu kita harus mengenal calon pembeli, dan mengerti prinsip pembelian yang akan dilakukannya. Itulah sebabnya, mengapa kita harus terlebih dahulu mengetahui motivasi mengapa seseorang membeli sesuatu itu.
Seseorang penjual, hendaknya juga mengetahui kebiasaan-kebiasaan pelanggan, cara-cara hidup kesehariannya, hal-hal yang patut dan tidak ada tempatnya. Misalnya, di daerah Minahasa di Manado. Kalau panen cengkeh tiba, apa saja dibeli oleh petani. Walau di desanya belum ada listrik, kulkas dibelinya juga. Pokoknya gengsi, walau kulkas itu digunakan untuk tempat pakaian.
Itulah sebabnya, H.E. Waren, seorang pakar psikologi mengatakan : “Untuk dapat mengerti, mengapa seseorang itu membeli, penjual harus mengetahui secara pasti kebiasaan hidupnya, dan sifat-sifat manusia pada umumnya”. Kita hendaknya tahu cara berpikir seseorang dan dapat membedakan reaksi pembeli.
Terhadap wisatawan, kita harus tahu dan mengerti, mengapa ia melakukan pejalanan wisata. Apa yang diperlukannya selama dalam perjalanan itu. Di Indonesia, banyak orang bertugas di bidang pariwisata, tetapi belum pernah menjadi wisatawan, karena itu dia tidak tahu secara persis apa yand dibutuhkan wisatawan dalam kondisi tertentu.
Untuk dapat mengerti apa kebutuhan, keinginan dan kesenangan wisatawan, harus mengikuti aturan sebagai berikut : “Put Yourself into Customer Shoes”. Artinya tempatkanlah diri anda seolah-seolah seorang wisatawan yang dalam perjalanan. Dengan cara itu anda akan tahu apa yang dibutuhkan, apa yang diinginkan oleh wisatawan.
Wisatawan itu menusia biasa, butuh informasi di mana objek dan atraksi wisata yang menarik, transpor yang digunakan menuju objek wisata, ingin tidur di hotel yang nyaman dan tentram, ingin makanan yang enak, ingin dimanja, didahulukan dan sama sekali tidak mau dilecehkan.
Motivasi Membeli
Biasanya, bila seseorang hendak melakukan pembelian selalu punya pertimbangan. Pertimbangan itu ada dua macam, rasional dan tidak rasional. Kalau anda membeli mobil, tujuannya selain agar lebih nyaman pergi ke kantor juga sekalian dapat mengantar anak-anak ke sekolah, maka itu pertimbangan rasional. Tapi kalau anda membeli mobil untuk menyaingi tetangga, maka pembelian itu tidak rasional.
Dari contoh di atas dapat kita lihat bahwa seseorang itu kalau ingin membeli sesuatu ada alasannya. Alasan inilah yang menimbulkan kebutuhan (needs) untuk membeli barang tertentu. Ada bermacam-macam kebutuhkan manusia diantaranya :
a. Kebutuhan Untuk Dapat Bertahan Hidup.
Di sini, yang terpenting adalah bagaimana dapat bertahan untuk hidup, maka kebutuhan yang utama adalah makan dan minum. Apapun akan dilakukannya agar bisa terjamin makan dan minum. Kalau kebutuhan pokok itu sudah terpenuhi, baru melangkah kepada kebutuhan berikutnya, yaitu kebutuhan akan pakaian untuk menutup badan, supaya tahan dari cuaca dingin atau panas.
Ini juga berlaku bagi wisatawan. Wisatawan yang jaun dari rumah tempat kediamannya, selama dalam perjalanan wisata yang dilakukannya, kebutuhan primer itu harus sedia sesuai dengan pelayanan yang diinginkan. Sebagai konsumen, ia berani membayar untuk itu, yang penting baginya adalah tersedianya makanan yang sesuai dengan kebutuhannya dan seimbang dengan uang yang dibayarnya.
Di sinilah pentingnya kita mengetahui kebutuhan wisatawan dalam perjalanan dan jangan lupa, tiap wisatawan mempunyai selera yang berbeda.
Kita sebagai penjual, harus selalu menyesuaikan diri dengan kebutuhan yang beraneka ragam itu, dengan demikian pelayanan yang akan diberikan menjadi semakinb sempurna. Tapi untuk wisatawan yang tengah dalam perjalanan wisata, apakah kebutuhannya hanya terbatas pada makan dan minum seperti manusia pimitif itu tadi?.
Kalau boleh kita urutkan kebutuhan wisatawan dalam perjalanan, maka tingkat kebutuhannya adalah sebagai berikut :
Kebutuhan 1 :
Tersedianya fasilitas transportasi yang dapat mengantarkannya dari suatu negara ke negara lain atau dari suatu kota ke kota lain, karena tanpa transportasi, perjalanan wisata itu tidak mungkin ia lakukan.
Kebutuhan 2 :
Tersedianya kesempatan makan dan minum selama dalam perjalanan wisata yang dilakukannya. Untuk itu diperlukan restoran, rumah makan, warung yang menyediakan makanan dan minuman.
Kebutuhan 3 :
Tersedianya akomodasi hotel, motel, home stay, atau apapun namanya yang dapat digunakan untuk tempat tinggal sementara di tempat yang ia kunjungi.
Kebutuhan 4 :
Tersedianya program acara seperti City Sight Seeig, Local Tour, Rekreasi, kunjungan ke museum dan lain-lain. Ini sangat penting. Wisatawan datang pada suatu DTW tidak hanya untuk di hotel, tetapi dia tidur di hotel dalam rangka ingin melihat sesuatu (something to see), melakukan sesuatu (something to do), dan membeli sesuatu (something to buy).

Tanpa ke empat unsur diatas, orang tidak bisa melakukan perjalan wisata, dan bahkan kalau salah satu unsur saja tidak ada, maka perjalanannya tidak bisa disebut sebagai perjalanan wisata. Kalau hanya menggunakan transportasi saja, ia lebih tepat disebut seorang “traveller”. Kalau dia hanya tidur di hotel atau melihat obyek wisata saja, dia lebih tepat dikatakan melakukan rekreasi saja.

b. Kebutuhan untuk Berbudaya atau Kemewahan
Zaman berubah, manusia pun bertingkah. Akibatnya kemajuan ekonomi, dan teknologi, tingkat kemakmuran manusia juga meningkat. Pendapatan yang meningkat membuat kebutuhan orang juga semakin meningkat.
Kalau kebutuhan akan makan sudah dipenuhi, orang akan berusaha untuk mendapatkan pakaian dan rumah yang layak. Kalau rumah sudah dimiliki, orang ingin punya perlengkapan rumah, punya TV, kulkas, mesin cuci, AC, dan kalau itu sudah dipenuhi, ingin punya telepon dan kemudian ingin punya mobil.
Kebutuhan itu disebut sebagai kebutuhan berbudaya atau kebutuhan untuk memiliki kemewahan. Ternyata kebutuhah itu tidak berhenti di situ saja. Setelah memiliki semua itu, timbul lagi keinginan baru, seperti keperluan untuk ibadah haji, pergi umroh, atau perjalanan wisata.
Perjalanan wisata itu pun bertingkat-tingkat. Kalau sudah ke Yogya, ingi ke Bali. Sesudah itu ingin ke Danau Toba atau ke tanah Toraja. Yang namanya manusia, kepuasan itu tidak ada henti-hentinya. Sudah bosan melakukan perjalanan wisata di dalam negeri, timbul keinginan untuk pergi ke luar negeri.
Itulah yang disebut sebagai kebutuhan berbudaya atau kemewahan. Suatu ciri kebutuhan ini, setelah kebutuhan budaya terpenuhi, timbul rasa tidak puas dan kemudian timbullah kebutuhan kemewahan, seperti berbelanja dan berpergian bersenang-senang melihat negeri orang yang aneh-aneh dan unik.
Jadi, motivasi pembelian itu sangat beragam, tergantung pada orangnya, namun biasanya motivasi orang melakukan pembelian, secara umu adalah :
1) Kebutuhan untuk hidup (kebutuhan utama)
2) Kebutuhan untuk keamanan dan kesehatan
3) Kebutuhan bergaul dengan orang lain, bersahabat dan dikenal oleh orang lain.
4) Kebutuhan akan seks dan teman hidup
5) Kebutuhan akan kemewahan
6) Kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan.
7) Kebutuhan kasih sayang, perhatian dari orang tua.
8) Kebutuhan berkuasa, diakui, dikenal atau dilindungi.
9) Kebutuhan bebas bertindak, merdeka, menentukan.

Source : Psikologi Pelayanan Wisata, Drs. H. Oka A. Yeeti, MBA, PT Gramedia Pustaka Utama