Minggu, 24 Oktober 2010

service quality

A. Pengertian Kualitas ( Quality)
Menurut Garvin dalam Tjiptono (2008:77) ada lima perspektif kualitas yang berkembang saat ini yakni :
1. Transcendental approach
Dalam perspektif ini, kualitas dipandang sebagais sesuatu yang secara intuitif dapat dipahami, namun hampir tidak mungkin dikomunikasikan, contohnya kecantikan atau cinta. Perspektif ini menegaskan bahwa orang hanya dapat belajar memahami kualitas melalui pengalaman yang didapatkan.
2. Product-based approach
Perspektif ini mengasumsikan bahwa kualitas merupakan karakteristik, komponen atau atribut objektif yang dapat diperhitungkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam hal kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk. Semakin banyak atribut yang dimiliki sebuah produk atau merek, semakin berkualitas produk atau merek bersangkutan.
3. User-based approach
Perspektif ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang menilainya, sehingga produk yang paling memuaskan seseorang merupakan produk yang berkualitas tinggi. Perspektif yang bersifat subjektif ini menyatakan bahwa setiap pelanggan memiliki kebutuhan dan keinginan masing-masing yang berbeda satu sama lain, sehingga kualitas bagi seseorang adalah kepuasan maksimum yang dirasakannya.
4. Manufacturing-based approach
Perspektif ini lebih terfokus pada peraktik-peraktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefenisikan kualitas sebagai kesesuaian atau kecocokan dengan persyaratan. Ancangan semacam ini menekankan penyesuaian spesifikasi produksi dan operasi yang disusun secara internal, yang sering kali dipicu oleh keinginan untuk meningkatkan produktifitas dan menekan biaya. Jadi, yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang membeli atau menggunakan produk jasa.
5. Value-based approach
Perspektif ini memandang kualitas dari aspek nilai dan harga, dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefenisikan sebagai tingkat kinerja yang terbaik atau yang sepada dengan harga yang dibayarkan. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Tetapi produk yang paling bernilai adalah barang/jasa yang paling tepat dibeli atau digunakan.

B. Pengertian Pelayanan (Service)
Secara sederhana, istilah service dapat diartikan sebagai perbuatan melakukan sesuatu bagi orang lain. Akan tetapi, tidak mudah mencari persamaan kata dalam bahasa indonesia yang sesuai untuk istilah tersebut. Setidaknya ada tiga istilah tersebut, yakni jasa, layanan dan service. Sebagai jasa, service umumnya mencerminkan produk yang tidak berwujud (intangible) atau sektor industri spesifik, seperti pendidikan, kesehatan, komunikasi, transportasi, asuransi, perbankan, perhotelan, konstruksi, perdagangan, rekreasi, dan lain-lain. (Tjiptono 2008:1)

Konsep service sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk/jasa yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah ukuran seberapa jauh suatu produk mampu memenuhi persyaratan atas spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan. Dalam persektif Total Quality Management, kualitas dipandang secara lebih luas, dimana tidak hanya aspek hasil saja yang ditekankan melainkan juga meliputi proses lingkungan, dan manusia. Hal ini tampak dalam defenisi yang dirumuskan Goetsh dan Davis dalam Tjiptono (2004:51) bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

Dalam literatur manajemen dijumpai setidaknya ada 4 ruang lingkup defenisi konsep service
Pertama : Service menggambarkan berbagai subsektor dalam kategorisasi aktifitas ekonomi, seperti transportasi, finansial, perdagangan ritel, personal service, kesehatan, pendidikan, dan layanan publik. Dengan kata lain lingkupnya adalah industri.
Kedua : Service dipandang sebagaiproduk yang intangible yang hasilnya lebih berupa aktifitas daripada subjek fisik, meskipun dalam kenyataannya bisa saja produk fisik dilibatkan (misalnya makanan dan minuman direstoran, dan pesawat jasa penerbangan). Jadi, dalam hal ini ruang lingkupnya adalah tawaran produk.
Ketiga : Service merefleksikan proses, yang mencakup penyampaian produk utama, intraksi personal, kinerja dalam arti luas (termasuk didalamnya drama dan penampilan), serta pengalaman layanan.
Keempat : Service dapat pula dipandang sebagai sebuah sitem yang terdiri atas dua komponen utama, yakni service operation yang kerap kali tidak tampak atau tidak diketahui keberadaannya oleh pelanggan. Dan service delivery yang biasanya tampak atau diketahui pelanggan.


C. Bentuk-Bentuk Layanan
Secara garis besar, bentuk-bentuk layanan dapat dikelompokkan menurut berbagai kriteria. Salah satunya adalah daya tahan (durability) atau berwujud (tangibility) produk saling berkaitan. Berdasarkan keriteria ini, peroduk dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni :
1. Barang tidak tahan lama (non-durable goods)
Barang tidak tahan lama adalah barang yang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau beberapakali pemakaian. Umur ekonomisnya maksimum satu tahun.
2. Barang tahan lama (durable goods)
Barang tahan lama dalah barang berwujud yang biasanya bias bertahan lama atau berumur ekonomis lebih dari satu tahun.
3. Jasa (service)
Jasa merupakan aktifitas, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual. Contohnya transportasi, bengkel reparasi, salon kecantikan, restoran, hotel, rumah sakit, universitas, dan lain-lain.
Menurut Zeithaml dan Bitner dalam Hurriyati (2005:28) ”Jasa pelayanan pada dasarnya adalah seluruh aktivitas ekonomi dengan output selain produk dalam pengertian fisik, dikonsumsi dan diproduksi pada saat bersamaan, memberikan nilai tambah dan secara prinsip tidak berwujud (intangible) bagi pembeli pertamanya.”
Berdasarkan pengertian jasa di atas, Tjiptono (2004:18) mengutarakan ada lima karakteristik utama jasa bagi pembeli pertamanya.
1. Intangibility (tidak berwujud)
Jasa bebeda dengan barang. Bila barang merupakan suatu objek, alat, atau benda; maka jasa adalah suatu perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja (performance), atau usaha. Oleh sebab itu, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Barang biasa diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama.
2. Variability / Heterogeneity (berubah-ubah)
Jasa bersifat variabel karena merupakan non-standarized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis tergantung kepada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut diproduksi. Hal ini dikarenakan jasa melibatkan unsur manusia dalam proses produksi dan konsumsinya yang cenderung tidak bisa diprediksi dan cenderung tidak konsisten dalam hal sikap dan perilakunya.
3. Perishability (tidak tahan lama)
Jasa tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Kursi pesawat yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau kapasitas jalur telepon yang tidak dimanfaatkan akan berlalu atau hilang begitu saja karena tidak bisa disimpan.
4. Lack of Ownership
Lack of ownership merupakan perbedaan dasar antara jasa dan barang. Pada pembelian barang, konsumen memiliki hak penuh atas penggunaan dan manfaat produk yang dibelinya. Mereka bisa mengkonsumsi, menyimpan atau menjualnya. Di lain pihak, pada pembelian jasa, pelanggan mungkin hanya memiliki akses personel atas suatu jasa untuk jangka waktu terbatas (misalnya kamar hotel, bioskop, jasa penerbagan san pendidikan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar