Sabtu, 18 Juli 2009

PERILAKU ORGANISASIONAL DAN EFEKTIVITAS

Disiplin perilaku organisasi (perilaku keorganisasian) mempelajari perilaku manusia sebagai individu, sebagai anggota kelompok (group), dan sebagai anggota organisasi secara keseluruhan dalam kaitannya dengan efektivitas mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu perlu dipahami apa yang menjadi landasan perilaku individu, perilaku kelompok, dan perilaku keorganisasian di dalam organisasi, dan bagaimana mengelolanya supaya tujuan organisasi berhasil efektif.

1. Perilaku Organisasional adalah Interdisipliner
Perilaku manusia dapat dipandang atau dipelajari dari berbagai disiplin. Berbagai disiplin yang memberikan kontribusi meskipun hanya sebagian kedalam disiplin perilaku organisasional yang terutama ialah psikologi, psikologi sosial, antropologi, dan sosiologi. Baru kemudian menyusul ekonomi, politik, dan sejarah. Jadi, disiplin perilaku organisasional adalah perpaduan dari berbagai ilmu, yang oleh karena itu disebut Interdisipliner.
Psikologi mempelajari manusia terutama mengenai persepsi, kepribadian, pembelajaran, motivasi, dan sikap. Antropologi mempelajari nilai-nilai manusia, perilaku, dan perubahan-perubahan sosial yang terjadi di dalam unit organisasi. Psikologi sosial mempelajari afiliasi kelompok dan kohesivitas (kelekatan), sikap-sikap sosial, kepemimpinan, dan pengaruh-pengaruh sosial yang terjadi di dalam kelompok sosial. Ekonomi (sebagai disiplin) memberi sumbangan tentang pengambilan keputusan, sedangkan disiplin Politik memberi sumbangan tentang bagaimana orang mempengaruhi orang lain untuk dikuasai, dan disiplin Sejarah memberikan kontribusi tentang sejarah organisasi dan manajemen yang berhasil

2. Efektivitas
Pengertian efektivitas harus dibedakan dengan pengertian efisiensi. Efisiensi adalah pengorbanan untuk mencapai tujuan. Semakin kecil pengorbanannya dalam mencapai tujuan, maka dikatakan semakin efisien. Begitu juga sebaliknya. Jika efisiensi sendriri sebagai tujuan (atau sebagai salah satu tujuan) maka efisiensi juga dapat diukur sejauh manakah efektivitas daripada efisiensi.
Efektif adalah kena sasaran, dan efisiensi adalah sedikitnya pengorbanan. Manakah yang menjadi sasaran, efektif atau efisien tergantung pada keadaan. Tetapi, secara teoretis yang harus tercapai adalah efektivitas, termasuk efektivitas efisien. Yang artinya efisien pun menjadi tujuan.

3. Pendekatan Efektivitas: Univariat vs. Multivariat
Ada dua pendekatan terhadap tujuan: univariat dan multivariate. Pendekatan univariat menetapkan hanya satu kriteria tujuan, biasanya ialah laba oganisasi/perusahaan. Pandangan yang modern mengikuti pendekatan multivariate, yaitu menetapkan beberapa kreteria sebagai tujuan organisasi, misalnya: bukan hanya laba saja, tetapi juga kepuasan kerja, efisiensi, kestabilan organisasi, terciptanya keslamatan kerja, dan sebagainya.

4. Berbagai Pendekatan Memecahkan Masalah Organisasi
Menurut Koontz dkk. ada sebelas pendekatan dalam analisis untuk memcahkan masalah manajemen organisasi. Tapi, yang dibicarakan disini hanyalah pendekatan perilaku antar-pribadi, pendekatan perilaku kelompok, dan pendekatan sistem.

5. Pendekatan Perilaku Antar-pribadi
Pendekatan ini berdasar atas gagasan (idea) bahwa dalam mengelola organisasi terlibat orang lain untuk mendapatkan sesuatu. Oleh sebab itu pendekatannya harus difokuskan pada perhubungan antar-pribadi. Para pendukung pendekatan ini yakin bahwa bilamana orang bekerja bersama untuk mencapai tujuan. Oleh sebab itu yang akan dibicarakan ialah masalah-masalah persepsi, konsep diri (self-concept), nilai-nilai, dan sikap.

6. Pendekatan Perilaku Kelompok
Pendekatan ini didasarkan atas ilmu sosiologi dan psikologi sosial. Para pendukungnya mempunyai gagasan bahwa manajemen itu bisa terjadi hanya jika pada di dalam kelompok. Maka dari itu perlu dipelajari perilaku dalam kelompok. Pendekatan inilah yang menjadi embrio, kemudian berkembang menjadi disiplin perilaku organisasional.
Semula pendekatan ini hanyalah terhadap kelompok kecil saja, tetapi lama kelamaan memfokuskan pada kelompok-kelompok besar yang disebut organisasi atau perusahaan. Yang dipelajari terutama antara lain ialah politik, tekanan (stess), konflik, kekuasaan, dan komunikasi.

7. Pendekatan Sistem
Sistem adalah sesuatu yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berkaitan dan membentuk suatu satuan. Sistem dapat diacukan pada barang, aturan, tubuh, organisasi, perilaku, dan sebagainya. Suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang disebut kelompok-kelompok. Satuan dari kelompok-kelompok inilah yang membentuk organisasi. Jika organisasinya dipandang sebagai suatu sistem, maka bagian-bagian seperti Bagian Pemasaran, Bagian Keuangan, Bagian, Produksi, dan Bagian-bagian lainnya, adalah yang disebut sebagai sub-sistem, dan regu-regu dalam bagian-bagian itu disebut sebagai sub-sub-sistem.
Suatu sistem adalah bagian daripada supra-sistem. Mengapa sesuatu dianggap sebagai sistem, bukan sub-sistem, atau supra-sistem, tergantung pada mana yang dipandang sebagai sistem terlebih dahulu. Ini sebenarnya hanyalah pesoalan mana yang bagian dan mana yang keseluruhan dari bagian-bagian yang saling kait-mengait.

8. Sistem Terbuka dan Sistem Tertutup
Sistem terbuka ialah suatu sistem yang mengadakan interaksi dengan dunia luar. Menerima input dari dan memberikan output kepada lingkungannya. Misalnya suatu perusahaan sebagai sistem terbuka menerima bahan mentah (membeli) dari luar perusahaan, dan menghasilkan barang jadi yang diberikan (dijual) kepada lingkungan luar perusahaan.
Suatu sistem tertutup tidak mengadakan hubungan dengan lingkungannya, tidak menerima input dari dan tidak memberi output kepada lingkungannya. Jadi jika suatu sistem terbuka kemudian tidak menerima input dari lingkungannya, maka dengan sendirinya tidak ada throughput di dalam dirinya dan tidak ada output yang dikeluarkannya untuk lingkungannya, maka sistem itu menjadi tertutup dan akan mati.

9. Sistem dan Perubahan
Suatu sistem yang terbuka mengalami perubahan, karena berinteraksi dengan lingkungannya. Perubahan itu dapat terjadi dalam berbagai hal, misalnya warnanya, bentuknya, kekayaannya, pikirannya, dan sebagainya. Sistem tubuh, sistem organisasi, dan sistem bumi pun mengalami perubahan. Suatu organisasi yang dahulu waktu berdiri hanya dengan beberapa orang saja dengan kekayaan yang tidak seberapa, berubah menjadi banyak anggotanya dan banyak harta kekayaannya. Ini disebabkan oleh interaksi antara sistem dengan lingkungan, dan sifat-sifat intern yang ada dalam sistem itu sendiri.

10. Respon Sistem terhadap Lingkungan
Suatu sistem terbuka selalu mencoba membuat keadaan stabil dan seimbang terhadap lingkungannya. Hal ini melekat dalam diri sistem itu yang berlaku dengan sendirinya, yang disebut homeostasis. Jadi, jika berbicara tentang sistem maak ada sistem pasar terbuka dan sistem tertutup, ada lingkungan, input, throughput, output, homeostasis, entropi, ekulibrium, sub-sistem, supra-sistem, perubahan, dan pertumbuhan, yang harus diperhatikan oleh manajer yang mengelola organisasi.

11. Pendekatan Budaya
Pendekatan Budaya mencoba untuk membuat kesamaan dan pengertian para anggota organisasi secara bersama bahwa nilai-nilai tertentu adalah baik dan secara sungguh-sungguh digunakan secara bersama pula sebagai pedoman perilaku, supaya organisasi mereka dapat mencapai tujuannya.dengan efektif.

12. Perilaku Organisasional dan Tugas Manajer
Manajer yang efektif harus dapat mengidentifikasi dan memodifikasi perilaku para anggota organisasinya, dan dapat membuat mereka berperilaku efektif, efisien, dan produktif bagi organisasi. Tugas manajemen tidak hanya melaksanakan proses manajemen seperti POAC saja, tetapi juga seperti yang diidentifikasi oleh Mintzberg (1973), seorang manajer harus: berperan antar-pribadi, berperan informasional, dan berperan memutuskan.

Sumber : perilaku organisasional”, Prof. dr soehardi sigit

PERILAKU ORGANISASIONAL DAN EFEKTIVITAS

Disiplin perilaku organisasi (perilaku keorganisasian) mempelajari perilaku manusia sebagai individu, sebagai anggota kelompok (group), dan sebagai anggota organisasi secara keseluruhan dalam kaitannya dengan efektivitas mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu perlu dipahami apa yang menjadi landasan perilaku individu, perilaku kelompok, dan perilaku keorganisasian di dalam organisasi, dan bagaimana mengelolanya supaya tujuan organisasi berhasil efektif.

1. Perilaku Organisasional adalah Interdisipliner
Perilaku manusia dapat dipandang atau dipelajari dari berbagai disiplin. Berbagai disiplin yang memberikan kontribusi meskipun hanya sebagian kedalam disiplin perilaku organisasional yang terutama ialah psikologi, psikologi sosial, antropologi, dan sosiologi. Baru kemudian menyusul ekonomi, politik, dan sejarah. Jadi, disiplin perilaku organisasional adalah perpaduan dari berbagai ilmu, yang oleh karena itu disebut Interdisipliner.
Psikologi mempelajari manusia terutama mengenai persepsi, kepribadian, pembelajaran, motivasi, dan sikap. Antropologi mempelajari nilai-nilai manusia, perilaku, dan perubahan-perubahan sosial yang terjadi di dalam unit organisasi. Psikologi sosial mempelajari afiliasi kelompok dan kohesivitas (kelekatan), sikap-sikap sosial, kepemimpinan, dan pengaruh-pengaruh sosial yang terjadi di dalam kelompok sosial. Ekonomi (sebagai disiplin) memberi sumbangan tentang pengambilan keputusan, sedangkan disiplin Politik memberi sumbangan tentang bagaimana orang mempengaruhi orang lain untuk dikuasai, dan disiplin Sejarah memberikan kontribusi tentang sejarah organisasi dan manajemen yang berhasil

2. Efektivitas
Pengertian efektivitas harus dibedakan dengan pengertian efisiensi. Efisiensi adalah pengorbanan untuk mencapai tujuan. Semakin kecil pengorbanannya dalam mencapai tujuan, maka dikatakan semakin efisien. Begitu juga sebaliknya. Jika efisiensi sendriri sebagai tujuan (atau sebagai salah satu tujuan) maka efisiensi juga dapat diukur sejauh manakah efektivitas daripada efisiensi.
Efektif adalah kena sasaran, dan efisiensi adalah sedikitnya pengorbanan. Manakah yang menjadi sasaran, efektif atau efisien tergantung pada keadaan. Tetapi, secara teoretis yang harus tercapai adalah efektivitas, termasuk efektivitas efisien. Yang artinya efisien pun menjadi tujuan.

3. Pendekatan Efektivitas: Univariat vs. Multivariat
Ada dua pendekatan terhadap tujuan: univariat dan multivariate. Pendekatan univariat menetapkan hanya satu kriteria tujuan, biasanya ialah laba oganisasi/perusahaan. Pandangan yang modern mengikuti pendekatan multivariate, yaitu menetapkan beberapa kreteria sebagai tujuan organisasi, misalnya: bukan hanya laba saja, tetapi juga kepuasan kerja, efisiensi, kestabilan organisasi, terciptanya keslamatan kerja, dan sebagainya.

4. Berbagai Pendekatan Memecahkan Masalah Organisasi
Menurut Koontz dkk. ada sebelas pendekatan dalam analisis untuk memcahkan masalah manajemen organisasi. Tapi, yang dibicarakan disini hanyalah pendekatan perilaku antar-pribadi, pendekatan perilaku kelompok, dan pendekatan sistem.

5. Pendekatan Perilaku Antar-pribadi
Pendekatan ini berdasar atas gagasan (idea) bahwa dalam mengelola organisasi terlibat orang lain untuk mendapatkan sesuatu. Oleh sebab itu pendekatannya harus difokuskan pada perhubungan antar-pribadi. Para pendukung pendekatan ini yakin bahwa bilamana orang bekerja bersama untuk mencapai tujuan. Oleh sebab itu yang akan dibicarakan ialah masalah-masalah persepsi, konsep diri (self-concept), nilai-nilai, dan sikap.

6. Pendekatan Perilaku Kelompok
Pendekatan ini didasarkan atas ilmu sosiologi dan psikologi sosial. Para pendukungnya mempunyai gagasan bahwa manajemen itu bisa terjadi hanya jika pada di dalam kelompok. Maka dari itu perlu dipelajari perilaku dalam kelompok. Pendekatan inilah yang menjadi embrio, kemudian berkembang menjadi disiplin perilaku organisasional.
Semula pendekatan ini hanyalah terhadap kelompok kecil saja, tetapi lama kelamaan memfokuskan pada kelompok-kelompok besar yang disebut organisasi atau perusahaan. Yang dipelajari terutama antara lain ialah politik, tekanan (stess), konflik, kekuasaan, dan komunikasi.

7. Pendekatan Sistem
Sistem adalah sesuatu yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berkaitan dan membentuk suatu satuan. Sistem dapat diacukan pada barang, aturan, tubuh, organisasi, perilaku, dan sebagainya. Suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang disebut kelompok-kelompok. Satuan dari kelompok-kelompok inilah yang membentuk organisasi. Jika organisasinya dipandang sebagai suatu sistem, maka bagian-bagian seperti Bagian Pemasaran, Bagian Keuangan, Bagian, Produksi, dan Bagian-bagian lainnya, adalah yang disebut sebagai sub-sistem, dan regu-regu dalam bagian-bagian itu disebut sebagai sub-sub-sistem.
Suatu sistem adalah bagian daripada supra-sistem. Mengapa sesuatu dianggap sebagai sistem, bukan sub-sistem, atau supra-sistem, tergantung pada mana yang dipandang sebagai sistem terlebih dahulu. Ini sebenarnya hanyalah pesoalan mana yang bagian dan mana yang keseluruhan dari bagian-bagian yang saling kait-mengait.

8. Sistem Terbuka dan Sistem Tertutup
Sistem terbuka ialah suatu sistem yang mengadakan interaksi dengan dunia luar. Menerima input dari dan memberikan output kepada lingkungannya. Misalnya suatu perusahaan sebagai sistem terbuka menerima bahan mentah (membeli) dari luar perusahaan, dan menghasilkan barang jadi yang diberikan (dijual) kepada lingkungan luar perusahaan.
Suatu sistem tertutup tidak mengadakan hubungan dengan lingkungannya, tidak menerima input dari dan tidak memberi output kepada lingkungannya. Jadi jika suatu sistem terbuka kemudian tidak menerima input dari lingkungannya, maka dengan sendirinya tidak ada throughput di dalam dirinya dan tidak ada output yang dikeluarkannya untuk lingkungannya, maka sistem itu menjadi tertutup dan akan mati.

9. Sistem dan Perubahan
Suatu sistem yang terbuka mengalami perubahan, karena berinteraksi dengan lingkungannya. Perubahan itu dapat terjadi dalam berbagai hal, misalnya warnanya, bentuknya, kekayaannya, pikirannya, dan sebagainya. Sistem tubuh, sistem organisasi, dan sistem bumi pun mengalami perubahan. Suatu organisasi yang dahulu waktu berdiri hanya dengan beberapa orang saja dengan kekayaan yang tidak seberapa, berubah menjadi banyak anggotanya dan banyak harta kekayaannya. Ini disebabkan oleh interaksi antara sistem dengan lingkungan, dan sifat-sifat intern yang ada dalam sistem itu sendiri.

10. Respon Sistem terhadap Lingkungan
Suatu sistem terbuka selalu mencoba membuat keadaan stabil dan seimbang terhadap lingkungannya. Hal ini melekat dalam diri sistem itu yang berlaku dengan sendirinya, yang disebut homeostasis. Jadi, jika berbicara tentang sistem maak ada sistem pasar terbuka dan sistem tertutup, ada lingkungan, input, throughput, output, homeostasis, entropi, ekulibrium, sub-sistem, supra-sistem, perubahan, dan pertumbuhan, yang harus diperhatikan oleh manajer yang mengelola organisasi.

11. Pendekatan Budaya
Pendekatan Budaya mencoba untuk membuat kesamaan dan pengertian para anggota organisasi secara bersama bahwa nilai-nilai tertentu adalah baik dan secara sungguh-sungguh digunakan secara bersama pula sebagai pedoman perilaku, supaya organisasi mereka dapat mencapai tujuannya.dengan efektif.

12. Perilaku Organisasional dan Tugas Manajer
Manajer yang efektif harus dapat mengidentifikasi dan memodifikasi perilaku para anggota organisasinya, dan dapat membuat mereka berperilaku efektif, efisien, dan produktif bagi organisasi. Tugas manajemen tidak hanya melaksanakan proses manajemen seperti POAC saja, tetapi juga seperti yang diidentifikasi oleh Mintzberg (1973), seorang manajer harus: berperan antar-pribadi, berperan informasional, dan berperan memutuskan.

Sumber : perilaku organisasional”, Prof. dr soehardi sigit

Iklan sebagai Media Promosi

Arus ledakan komoditas yang tidak bisa dihentikan dari tahun ke tahun. Menurut penelitian pada kurun waktu 1980-an ada 12.000 jenis barang atau merek pada rak display di setiap supermarket menampung sekitar 60.000 jenis komoditas dari sekitar 80.000 perusahan dan bagaimana dengan data sekarang ? Di Indonesia sendiri kita bisa lihat bagaimana ledakan produk memancing pesatnya perkembangan pusat-pusat perbelanjaan. Data ini hanya menunjukkan pada sektor perdagangan belum sektor-sektor lain yaitu industri dan jasa.

Kegiatan promosi seakan-akan telah menjadi bagian hidup manusia dimana perkembangan ilmu dan teknologi komunikasi tidak lagi disangsikan telah menyokong perkembangan kegiatan promosi. Iklan bukan keseluruhan dari kegiatan promosi, masih banyak kegiatan lain yang dimanfaatkan perusahaan dalam mempromosikan produknya. Bahkan tanpa disadari diri kita sendiri telah terbiasa menjadi “media” promosi bagi suatu produk dan perusahaan. Banjir promosi pada akhirnya membuat bingung para pelanggan, akibatnya mereka melakukan filterisasi setiap promo yang masuk ke benaknya bahkan ketika hendak membeli sesuatu pelanggan justru cenderung mencari masuk dari orang-orang disekitar.

Sudah menjadi hukum bisnis perusahaan harus memahami mengenai pelanggan yang memiliki relevansi bidang bisnis atau produknya. Perusahaan dilarang menutut pelanggan untuk memahami perusahyaan, tetapi sebaliknya perusahaanlah yang harus memahami pelanggan. Utuk itu perusahaan harus turun gunung ke market palace, menyatu dengan pasar, bergaul dengan pelanggan

Mengenali siapa yang menjadi target pasar atau pelanggan adalah kunci efektifitas kegiatan promosi. Singkatnya, jangan sampai promosi produk tidak membangkitkan respon positif pelanggan. Tidak sedikit perusahaan yang harus patah hati karena kurang mengenali pelanggan karena keliru dalam strategi promosinya sehingga harus terus bereksplorasi, memperoleh kepastian dan merumuskan bagaimana kegiatan promosi akan dilakukan, serta kapan waktunya.

Salah satu caranya untuk menyaring pelanggan adalah dengan iklan sebagai media promosi. Iklan merupakan salah satu media promosi yang efektif dalam memasarkan berbagai produk kepada konsumen karena daya jangkaunya yang luas dan masif. Tujuannya adalah agar konsumen membeli produk yang diiklankan. Persaingan di bidang iklan memang semakin tajam sejak maraknya dunia televisi. Namun, media cetak tetap memiliki pangsa pasar tersendiri dan tetap menjadi target produsen dalam mengiklankan produknya. Dalam iklan cetakan ada dua elemen penting yaitu ilustrasi dan headline. Keduanya harus dieksplorasi secara maksimal oleh para pembuat iklan agar produk yang diiklankan bisa mencapai sasaran pembeli. Ilustrasi dianggap unsur dominan karena memiliki kemampuan manipulatif secara lebih cepat dan tahan lama dibenak konsumen serta efektif mencapai tujuan. Kemudian headline menjadi faktor pendukung. Sementara itu, ilustrasi humor dalam iklan merupakan cara yang efektif untuk menciptakan daya tarikspesifik karena lebih memancing kesadaran dan perhatian publik. Setiap orang menyukai humor dan karena itu, bermanfaat untuk meningkatkan recall dan retensi pembaca.
Tujuan iklan adalah menginformasikan suatu produk dengan harapan dengan memberi pengaruh kepada publik untuk membelinya. Informasi mengenai sebuah produk disampaikan melalui media masa, salah satunya adalah televisi. Menurut Belch & Belch (2001), televisi merupakan media yang paling ideal untuk beriklan, karena dalam tayangan iklan akan terlihat daya tarik dari produk yang sedang dipasarkan. Namun, saat ini seiring dengan banyaknya saluran televisi dan perkembangan teknologi remote control, penggantian saluran televisi saat jeda iklan kerap dilakukan oleh pemirsa. Membanjirnya tayangan iklan pada setiap saluran membuat pemirsa merasa skeptis dan tidak percaya lagi pada iklan.
Efektivitas penayangan iklan terletak pada isi pesan iklan yakni membangikitkan awareness konsumen akan merek dan keterangan tentang produk yang ditawarkan. Kesadaran melibatkan atensi yang memegang peran penting dalam proses persepsi konsumen tentang adanya barang dan jasa dengan merek tertentu yang sering disebut brand awareness.

Sebagian dari media lini adalah media massa cetak, berupa koran, tabloid, majalah dan media cetak lainnya. Disamping itu juga radio merupakan media lini atas, yang paling besar dan potensial adalah televisi.

a. Media Cetak, terdiri atas : 1). iklan baris yang dimuat dalam bentuk kata limat berbaris antara 3-4 baris, 2) iklan kolom yaitu menggunakan satu atau dua kolom dengan ukuran tinggi sesuai dengan kebutuhan, 3) iklan verbal yaitu iklan yang dikemas dalam bentuk berita dan dilengkapi dengan foto-foto atau gambar yang menampilkan pesan, 4). Iklan display, yaitu didominasi oleh ilustrasi visual dan tergantung pada nilai kreatifitas dan estetika yang diinginkan oleh pengiklan.
Dalam iklan di media cetak, struktur pesan dapat berupa elemen verbal dan visual (Jefkin, 1996). Faktor lain berpengaruh pada efektifitas iklan ialah format desain ukuran, penempatan dan tampilan warna. Warna-warna yang cerah dan meriah cenderung menarik perhatian dan lebih cocok untuk kalangan konsumen remaja (Zulkarnain, dkk, 2001). Sementara unsur naskah dapat dirumuskan agar pembaca merasa terpersuasif, dan terpengaruh utuk melakukan tindakanpembelian sesuai dengan kehendak pengiklan (Loudon dan Bitta, 1984).

b. Radio, baik radio jaringan nasional maupun lokal umumnya diklasifikasikan atas beberapa bentuk yaitu : 1) adlis, yaitu bentuk iklan radio berupa penyampaian pesan oleh penyiar berdasarkan teks yang telah disusun; 2) iklan spot, yaitu iklan yang memadukan antara voice, musik dan sound efect. Iklan spot terlebih dulu direkam dalam media rekam sehingga bentuknya permanen; 3). Iklan sponsorhip, yaitu iklan berupa blocking time berupa kuis maupun liputan advertorial. Ciri khasnya adalah keseluruhan acara dalam suatu waktu tertentu dimonopoli oleh suatu pengiklan tertentu.
c. Televisi, merupakan media yang paling diminati para pemasaran untuk mengkampanyekan produknya. Berdasarkan bentuknya, iklan televisi dibagi atas : 1). Live action, yaitu iklan yang memadukan unsur gambar, suara dan gerak. Iklan ini menampilkan sisi-sisi kehidupan masyarakat dan direlevansikan dengan produk atau jasa yang diiklankan; 2). Iklan stop action, yaitu iklan yang menjikan live action dengan sentuhan animasi; 3). Iklan animasi, iklan yang menggunakan endorser kartun baik kartun popular maupun tokoh kartun sendiri; 4). Slide Show, yaitu iklan yang hanya menampilkan gambar-gambar atau fotografi yang dipadukan dengan musik dan narasi; 5). Musik, yaitu iklan televisi yang didominasi oleh alunan musik yang dilengkapi dnegan gambar atau tulisan tertentu, akan tetapi fokus kegiatan iklan adalah musik; 6). Blocking time, pembelian waktu siaran oleh pengiklan sehingga memiliki hak yang sangat luas selama siaran tersebut; 7). Superimposed, yaitu iklan melalui gambar dalam ukuran tertentu yang diperlihatkan atas gambar lain ke dalam suatu acara tertentu; 8) Runing Text, berupa teks berjalan di bawah layar dari kanan ke kiri dan 9). Credit tittle, yaitu iklan yang ditampilkan di akhir acara.

Iklan dan Humor
Dalam penayangan iklan cetak unsur yang paling utama diperhatikan adalah ilustrasinya baru kemudian headlines dan copy. Kennedy bahkan menegaskan bahwa gambar sering lebih berarti daripada kata-kata dalam mengungkapkan sesuatu. Dalam humor ada stimulus yang dipersepsikan sebagai inkongruen sehingga memberikan suatu kejutan psikologis pada ingatan. Ini mendorong rasa ingin tahu yang lebih mendalam sehingga ’memaksa’ pembacanya untuk meneliti secara lebih detail.
Daya ingat akan lebih terangsang pada sesuatu pada yang berjalan di luar alur logika yang dikenal sebagai common sense. Karena unsur inkongruen menghasilkan logika yang tidak lazim sehingga menimbulkan rasa penasaran pada pembaca. Pada inkongruen tidak ada keharmonisan antara apa yang dipikirkan oleh pembaca dengan realitas yang dibaca. Hasilnya adalah keinginan untuk memahami logika pengiklan sehingga akan mendorong terjadi pengulangan dalam pemahaman iklan secara keseluruhan dan mendalam.

Keraguan pada iklan
Karena timbulnya keraguan pemirsa pada iklan (counter argument), pemasar mulai mencari jalan lain untuk tetap memasarkan produknya dengan meramu aktivitas komersial menjadi bagian dari aktivitas kultural, yaitu blurred communication (Solomon & Englis, 1994). Salah satu bentuk blurred communication adalah product placement.
Menurut Balasubramanian (1994), product placement merupakan penggabungan antara iklan dan publisitas. Jadi, dapat dikatakan product placement merupakan unique benefit mix for the sponsor. Pemasar akan membayar tampilan pesan sehingga isi dan format pesan dikontrol oleh pemasar, tetapi identitas pemasar disembunyikan. Dengan demikian, pesan komersial yng ditampilkan dapat dipercaya oleh publik.
Dalam memanfaatkan strategi product plecement, Babin dan Carder (1996) menyebutkan ada tiga elemen penting yang harus diperhatikan, yaitu
1. Penyisipan merek dilakukan dengan benar
2. Usaha dari pemasar atau produser agar merek dapat disadari oleh pemirsa
3. Penempatan merek yang rill, sehingga terlihat nyata
Laurie A. Babin dan Sheri T. Carder (1996) meneliti efek product placement dengan menayangkan film yangdisisipi beberapa merek kepada partisipan eksperimenkemudian dibandingkan dengan partisipan yang tidak menyaksikan film tersebut dalam hal salience brand (ingatan yang menonjol terhadap merek) dan brand evaluation (sikap terhadap merek). Hasilnya, product plecement dapat memberikan pengaruh pada peningkatan salience brand tetapi belum tentu dapat mempengaruhi peningkatan brand evaluation.

MEMBANGUN KEPRIBADIAN

Kata kepribadian berasal dari kata personality (bahasa Inggris) yang berarti kedok atau topeng. Kedok atau topen yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain panggung yang maksudnya untuk menggambarkan prilaku, watak atau pribadi seseorang. Hal itu dilakukan oleh karena terdapat ciri-ciri khas yang hanya dimiliki oleh seseorang tersebut baik dalam arti kepribadian baik ataupun yang kurang baik.

Dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat, kebanyakan orang hanya akan menunjukkan keadaannya yang baik saja sehinggan dengan hal tersebut maka dipakailah topeng. Dalam situasi demikian, keadaan dirinya disembunyikan sedalam-dalamnya sehingga hampir orang itdka lagi mengenal siapakah dirinya, apa bakatnya, apa kemampuan pada dirinya, apa kelemahannya dan sebagainya.

Kepribadian adalah semua kemampuan, perilaku, perbuatan serta kebiasaan seseorang baik dari segi jasmani, mental, rohani maupun emosi yang ditata dalam suatu cara yang khas dengan mendapat pengaruh dari luar. Pola tersebut terwujud menjadi tingkah laku dalam usaha menjadi manusia sesuai dengan apa yang dikehendaki. Atau dengan kata lain, kepribadian dapat diartikan lebih sederhana yaitu meliputi berbagai unsur, baik jasmani maupun rohani yang merupakan usaha seseorang merealisasikan diri sebagai manusia seutuhnya yang tercermin dalam tingkah laku.
Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
 Personality merupakan suatu kebulatan
 Kebulatan bersifat kompleks
 Kompleksnya hal tesebut disebabnya banyaknya faktor dalam dan faktor luar yang ikut menentukan kepribadian dimaksud
 Panduan antara faktor dalam dan faktor luar menimbulkan gambaran yang unik artinya tidak ada dua individu yang benar, indektik antara seseorang dengan orang lain

Dalam perusahaan kepribadian dalam dikaitkan dengan kinerja (performance) artinya seseorang akan baik atau buruk kikerjanya banyak bergantung pada kepribadiannya disamping ketrampilan dan kemampuan kerjanya.

Faktor Yang Membentuk Pribadi Manusia
Pribadi manusia masih dapat berubah dengan dapat dipengaruhi oleh sesuatu. Hal ini berarti berusaha untuk memperbaiki kehidupan yang nampak kurang baik untuk diupayakan baik. Walau banyak teori saling bertentangan namun seorang Ahli bernama W. Stern mengajukan teori terkenal yaitu teori perpaduan, atau teori convergensi yang berpendapat bahwa kedua kekuatan itu sebenarnya terpadu menjadi satu, keduanya saling memberi pengaruh.
Di samping itu, yang terkandung dalam kepriadian, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Self (diri)
2. Intellegence (kecerdasan)
3. Appearance (penampilan)
4. Health (kesehatan)
5. Skill (keahlian)
6. Knowledge (pengetahuan)
7. Emotional control (pengendalian emosi)
8. Attitude (sikap)
9. Character (karakter)
10. Roles (peranan)
11. Figures (perawakan)

Memahami kepribadian
Seseorang akan dapat merasakan betapa besarnya manfaat mengetahui pribadinya. Dengan mengenal diri seseorang, maka ia akan dapat bertindak dengan cepat, misalnya :
 Bagaimana seseorang harus berbicara
 Bagaimana seseorang harus bersikap
 Bagaiman cara disenangi dan sebagainya

Manfaat pengetahuan tentang kepribadian, antara lain adalah :
a. Agar dapat dikenal sifat masing-masing priadi sehingga pelayan atau penyesuaian berikutnya dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya
b. Agar dapat diperoleh kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan pembinaan lebih jauh dan mendalam terhadap bakat, kegemaran dan lain-lain dalam rangka kehidupan di kemudian hari
c. Akan dapat dicegah kemungkinan timbulnya hal-hal atau keadan negatif
d. Akan dapat dengan tepat dan cepat melakukan tindak lanjut seusai dengan kebutuhan, sehingga dalam waktu singkat dapat mencapai hasil yang diharapkan
e. Dapat terhindar dari kemungkinan timbulnya konflik

Pengenalan Diri
Walaupun salah satu syarat untuk menuju efektivitas pribadi adalah kesadaran diri yang telah baik, namun memahami diri sendiri saja belum menjadikan seseorang efektif. Mengenal diri maksudnya adalah memperoleh pengetahuan tentang totalitas diri yang tepat dengan menyadari segi keunggulan yang dimiliki maupun segi kekurangan yang ada pada diri.
Kepuasan yang dirasakan secara bertahap akan dapat memupuk rasa percaya diri yang nantinya akan berkembang menjadi pribadi yang matang. Untuk mengenal diri secara lebih tepat perlu diperhatikan cara untuk mengenal diri

Pembinaan Kepribadian
1. Perubahan sikap
Pengetahuan mengenai diri sendiri akan dapat diperoleh dari instropeksi, umpan balik dan pemeriksaan psikologis, hal tersebut mengakibatkan kepada konskuensi pilihan.
Apapun pilihannnya tentu disertai konsekuensi yang menjadi tanggung jawab diri pribadi. Faktor penghambat terhadap pengembangan (potensi) diri, dapat berasal dari lingkungan dan diri sendiri, yaitu :
a. Faktor penghambat yang berasal dari lingkungan
 Sistem yang dianut atau berlaku di lingkungan kita tanpa disadari ternyata menghambat pengembangan diri
 Tanggapan atau sikap/kebiasaan dalam lingkungan kebudayaan. Kadang-kadang tradisi atau kebiasaan yang berlaku menghambat perwujudan perkembangan diri seseorang.
a. Faktor penghambat yang berasal dari individu sendiri
 Tidak adanya tujuan hidup yang tergambar secara jelas
 Individu yang kurang termotivasi, karena individu memiliki penilaian negatif tentang dirinya, sehingga merasa kurang mampu mencapai tujuan yang agak sulit. Kurang terdorong untuk menggerakkan kemampuan yang ada pada dirinya.
 Adanya keenganan untuk menelaah diri sendiri, kadang-kadang manusia takut menerima kenyataan bahwa ia memiliki kekurangan atau kelebihan pada dirinya.
 Masalah usia, kadang orang tua dalam usia tidak merasakan bahwa kearifan dan kebijaksanaan serta tingkat tertentu dapat dicapai

2. Beberapa hal yang Mempengaruhi Kepribadian
Kepribadian dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara adalah :
a. Kebiasaan dan tingkah laku, kemampuan seseorang dalam menghadapi masalah tempat kerja memerlukan sikap yang konkrit antara ketelitian serta kemampuan menyesuaikan diri dalam arti positif.
b. Kemampuan berbicara, hendaknya membiasakan dan melatih diri untuk mampu mengemukakan ide kepada pihak lain dengan jelas.

3. Penampilan
Dengan penampilan yang serasi, rasa percaya diri akan lebih besar karena penampilan merupakan bentuk pernyataan diri. Bagaimana kita memandang dan memberlakukan diri sendiri akan tercermin ketika orang lain menilai kita. Penampilan yang baik akan memancarkan gelombang sukses yang timbal balik. Seseorang sering berpenampilan menarik tanpa intelegensia, kemampuan dan kepekaan akan merupakan dekorasi. Seseorang yang cerdas berpenampilan menarik mempunyai peluang lebih banyak dari pada seseorang yang cerdas berpenampilan tidak menarik. Penampilan merupakan sarana komunikasi yang paling efekti dapat berbentuk verbal, apabila diutarakan dalam bentuk suara dan dapat berbentuk non verbal melalui wujud yang paling efekti dapat berbentuk verbal, apabila diutarakan dalam bentuk suara dan dapat berbentuk non verbal melalui wujud diri dari sosok individu secara lahiriah.

KONDISI KERJA

Proses interaksi manusia dengan lingkkungan kerjanya, yaitu pengaruh timbal balik dari berbagai kondisi kerja denagn tenaga kerjanya dan rancangan pekerjaan, rancangan ruang kerja yang disesuaikan dengan keterampilan dan keterbatasna manusia / tenaga kerja.

Kondisi fisik kerja
Lingkungan kerja fisik mencakup setiap hal dari fasilitas parkir di luar gedung perusahaan, lokasi dan rancangan gedung ssampai jumlah cahaya dan suara yang menimpa menimpa meja kerja atau ruang kerja seorang tenaga kerja.
a. Ilmuniasi (penerangan)
Kadar (inensity) cahaya, distribusi cahaya, dan sinar yang menyilaukan. Faktor yang lain dair ilmuninasi ialah distribusi dari cahaya dalam kamar atau daerah kerja. Pengaturan yang idealialah jika cahaya dapat didistribusikan secara merata pada keseluruhan lapangan visual. Memberikan cahaya penerangan pada suatu daerah kerja yang lebih tinggi kadar cahayanya mata setelah jangka waktu tertentu. Pada daerah yang terang pupil mata mengecil. Kalau melihat sekeliling yang lebih gelap (hal yang dilakukan) pupil mata membesar. Kegiatan pupil mata ini yang menyebabkan timbulnya kelelahan mata. Karena itu jika tidak seang bekerja dengan lampu meja kerja, seyogianya lampu kamar (yang dipasang dilangit-langit) juga dinyalakan.
Sinar yang menyilaukan merupakan faktor lain yang mengurangi efesiensi visual dan meningkatkan ketegangan mata. Sinar dirasakan sebagian silau kaeran intensitas cahaya melebihi dari intensitas cahaya yang lebih bisa diteriam oleh mata. Sinar yang menyilaukan dapat ditimbulkan langsung oleh sumber cahayanya atau oleh bidang-bidang yang memiliki pantulan sinar yang tinggi kajiannya.
Silau di tempat kerjanya dapat diatasi dengan berbagai cara. Sumer cahaya sangat terang ’ditutupi’ dengan pelindung, atau diletakkan di luar bidang pandangan pekerja. Cara yang lain ialah dengan memberi semacam kelep topi (cisor) atau pelindung mata.
Penggunaan warna pada ruangan kerja. Banyak orang memberiukan makna yang tinggi kepada penggunaan warna atau kombinasi yang tepat untuk ruangan-ruangan di rumah, di kantor dan dipabrik. Mereka berpendapat bahwa penggunaan warna atau kombinasi warna yang tepat dapat meningkatkan semangat kerja. Namun pandangan di atas tidak ditunjang oleh hasil-hasil penelitian. Hal initidaklah berarti bahwa warna tidak mempunyai makna dalam pekerjaabn. Wrana dapat digunakan sebagai :
1. Alat sandi atau coding devide, atau sebagai pencipta kontra warna. Misalnya alat pemadamg kebakaran berwarana merah, pelaran pertolongan pertama berwarna hijau. Untuk bagian-bagian yang kecil pada mesin tetapi penting dapat digunakan warna-warni kuat, sehingga kontra warna yang ada menmudahkan penglihatan.
2. Upaya menhindari timbulnya tegangan mata. Warna berbeda adlam kemampuan pantauan cahayanya. Dinding yang putih memantulkan cahaya lebih banyak daripada dindingdengan warna yang gelap. Menganjurkan untuk memperhatikan keserasian dalampenggunaan warna pada bidang bidang yang luas (dinding ruangan kerja) dengan bidang-bidang yang luas.
3. Alat untuk menciptakan ilusi tentang besarnya dan suhubungan ruangan kerja. Ruangan kerja yang dicat dengan warna gelap menyebabkan ruangan terasa menjadi lebih sempit
b. Warna
Penggunaan warna pada ruangan dan peralatan kerja. Banyak orang memberikan makna yang tinggi kepada penggubnaan warna atau kombinasi wrana yang tepat untuk ruangan-ruangan di rumah, di kantor, dan di pabrikj. Emreka berpendapat bahwa penggunaan warna atau kombinasi warna yang tepat dapat meningaktkan protuksi, menurunkan kecelakaan dan keslahan, dan meningkatkan semangat kerja. Namun pandangan di atas tidak ditunjang oleh hasil-hasil penelitian. Hal ini tidaklah berartri bahw awrna tidak mempunyai makna dalam pekerjaan. W3rna dapat digunakan sebagai.
1. Alat sandi atau coding device atau sebagai pencipta kontras wrna. Misalnya alkat pemadam kebakaran berwarna merah, perlalatan pertolongan pertama berwrna hijau. Untuk bagian-bagian yang kecil pada mesin tetapi penting dapat digunakan warna-warni kuat, sehingga kontras warna yang ada memudahkan penglihatan.
2. Upaya menghindari timbulnya ketegangan mata. Warna berbeda dalam kemampuan pantulan cahanya. Dinding warna yang gelap. Menganjurkan untuk memperhatikan keserasian dalam penggunaan warna pada bidang –bidang yang luas dengan bidang-bidang yang lebih sempit.
3. Alat untuk menciptakan ilustrasi tetang besarnya dan suhunya ruangan kerja yang memiliki efek psikologis. Ruangan kerja yang dicat dengan warna gelap menyebabkan ruangan terasa menjadi lebih sempit dan tertutup daripada yang sebenarnya. Sebaliknya dinding-dinding yang berwarna muda dan treang memberikan rasa ruangan yang lebih luas dan terbuka.

c. Bising
Bising biasanya dianggap sebagai bunyi atau suara yang tidak diinginkan, yang menganggu, yang menjengkelkan. Namun batasan seperti ini kurang memuaskan, karena tidak ada dasar yang jelas untuk menyatakan kapan sesuatu bunyi tidak diinginkan.
Bising dalam lingkungan demikian membuat kita mudah marah, gelisah, tidak bisantidur, bahkan dapat membuat kita menjadi tuna rungu. Membedakan antara tuna rungu syarat dan tuna rungu kondisi.
Kehilangan pendengaran pada tuna rungu syaraf pada umumnya terjadi karena frekuensi-frekuensi yang tinggi lebih besar daripada frekuens-frekuensi yang rendah. Pengurangan normal pendengaran pada proses menua biasanya merupakan tuna rungu syaraf. Ini juga merupakan akibat dari terbukanya seseorang seara sambung-menyambung terhadap tingkat-tingkat bising yang tinggi. Tuna rungu syaraf jarang dapat disembunyikan. Tidak demikian halnya dengan tuan rungu kondisi yang merupakan tuna rungu sementara.
Tingkat-tingkat kerasnya suara atau bunyi tertentu dapat merupakan ancaman bagi pendengaran. Tingkat-tingkat desible tertentu dapat menimbulkan hilangnya pendengaran permanen.
Akibat-akibat lain dari tingkat kebisingan yang tinggi adalah :
1. Timbulnya perubahan fisiologis
2. Adanya dampak psikologis

Pengurangan tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan cara :
1. mengurangi bunyi mesin, dengan cara membuat mesin-mesin yang lebih halus suaranya, dengan meredam suara dari mesin-mesin,
2. Memasan gdinding yang kedap suara
3. mengharuskan para karyawan memakai alat pelindung pendengaran.

d. Musik dalam bekerja
Musik tampaknya memiliki pengaruh yang baik pada pekerjan-pekerjaan yang sederhana, rutin dan menoton, sedangkan pada pekerjaan yang lebih majemuk dan memerlukan konsentrasi yang tinggi pada pekerjaan, pengaruh dapat menjadi sangat negatif.

Musik pengiring kerja harus dipandu oleh pertimbangan sebagai berikut :
1. Musik dalam bekerja harus menciptakan suasana akustik yang menghasilkan efek menguntungkan pada pikiran.
2. Musik akan bernilai sekali pada pekerjaan tangan pada pekerjaan repetitif dan pekerjaan lain yang hanya memerlukan sedikit kegiatan mental.
3. Musik tidak akan bernilai tinggi jika ada suara atau bunyi lain yang cukup keras.
sumber : ashar sunyonto munandar, psikologi industri dan organisasi,

SELEKSI DAN PENEMPATAN TENAGA KERJA

Pada umumnya perusahaan-perusahaan ini mempunyai kepercayaan yang cukup besar terhadap hasil-hasil dari pemeriksaan psiklogis tersebut. Kepercayaan ini didasarkan pada observasi mereka sehari-hari terhadap para tenaga kerja yang baru masuk inil. Tenaga kerja yang sarjana psikologi disarankan untuk diterima ternyata pada umumnya berprestasi memuaskan, sedangkan yang kurang disarankan untuk diteriam ternyata dalam prestasi kerjanya kurang kurang sesuai dengan yang diharapkan. Pimpinan yang percaya seleksi pada calon yang disarankan dengan baik, sehingga mereka berkembang dengan baik. Sebaliknya pimpinan perusahaan yang tidak terlalu percaya pada selesksi dengan tes psikologis, tanpa disadari pula akan mencari ’bukti’ bahwa ia benar dalam pendapatnya.
Di samping itu untuk keperluanseleksi, pemeriksaan psikologis juga dilaksanakan dalam rangka penempatan tenaga kerja. Masalah yang dijumpai di sini sama dengan masalah yang dijumpai dalam seleksi, ialah apa yang harus diperhatikan dan yang dapat dilakukan agar hasil pemeriksaan psikologis memberi bahan yang berarti bagi penempatan yang tepat dari tenaga kerja.
Sasaran seleksi adalah suatu rekomendasi atau suatu keputusan untuk menerima atau menolak seseorang calon untuk pekerjaan, tertentu berdasarkan suatu dugaan tentang kemungkinan-kemungkinan dari calon untuk menjadi tenaga kerja yang berhasil pada pekerjaanya.
Tugas seleksi ialah menilai sebanyak mugnkin calon untuk memilih seorang atau sejumlah orang (sesuai denganjumlah orang yang diperlukan) yang paling memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan semula.
Sasaran penempatan adalah suatu rekomendasi atau keputusan untuk mendistribusikan para calon pada pekerjaan yang berbeda-beda berdasarkan suatu dugaan kemungkinan-kemungkinan dari calon untuk berhasil pada setiap pekerjaan yang berbeda.
Tugas dari penempatan adalah untuk menilai para calon dan untuk mencocokkan kualifikasi mereka dengan persyaratan yang telah ditetapkan semula dari setiap pekerjaan.
Permasalahan perbedana indiviual sering dikaitkan dengan perbedaan antarkelamin, antarbudaya, antarpendidikan, antarusia, antarbangsa, antarsuku bangsa, dalam seleski dan penempatan tidaklah penting dan relevan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar suku bangsa. Dalam seleksi dan penempatan tidaklah penting dan relevan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara kelompok-kelompok tersebut, karena yang diteliti ialah sejauh mana seseorang (wanita atau pria, berpengalaman atau tidak berpengalaman, berpendidikan tinggi atau tidak, dan seterusnya) memiliki ciri-ciri pribadi yang merupakan persyaratan yang harsu dipenuhi untuk sesuatu pekerjaan. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa jika suatu tes/alat ukur secara sitsematis dan terus-menerus memberikan keuntungan pada satu kelompok saja, atau memberikan kerugian paa suatu kelompok saja, maka tes atau alat ukur tersebut tidak dapat dianggap absah (valid). Oleh karena itu, jangan menggunakan tes /alat ukur tersebut.
Pengumpulan data secara klinikal ialah jika data dikumpulkan dengan cara yang lentur (fleksibel), dalam arti kata bahwa semacam data yang dikumpulkandari seseorang, berbeda dengan data yang dikumpulkan dari orang lain, tergantung pada orang (psikolog) yang mengumpulkan data tersebut. Data yangdianggap perlu dikumpulkan dari seseroang dapat berbeda macamnya dengan data dari orang lain.

Tahap penerimaan tenaga kerja
Perusahaan-perusahaan dewasa ini telah cukup banyak menggunakanjasa psikolog untuk membantu mereka mengeleksi tenaga kerjanya.




Pencarian calon tenaga kerja dilakukan lainnya :
1. Iklan di harian-harian, media cetak lainnya.
2. Pendekatan langsung ke sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan kejuruan.
3. Para tenaga kerjanya sendiri yang akan mengajukan kenalan atau anggota keluarganya yang dapat mereka jamin ’kebaikan’ kerja mereka.
4. Pencari kerja melamar sendiri ke perusahaan-perusahaan

Analisis pekerjaan
Rumusan analisis pekerjaan, Analisis pekerjaan merupakan suatu proses kajian sistematis tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam suatu pekerjaan, mencakup tugas-tugas, tanggungjawab dan tanggung gugat, untuk dapat menentukan pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan ciri-ciri kepribadian lain, yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan tersebut dengan baik.

Masalah kriteria keberhasilan
Kriteria keberhasilan mempunyai 2 dimensi : dimensi waktu dan dimensi derajat abstrak ditinjau dari dimensi waktu maka dapat dibedakan tiga kriteria keberhaslan, yaitu :
a. Kriteria kebel
b. Keberhasilan langsung
c. Kriteria keberhasilan
d. Kriteria keberhaislan terakhir / pokok.

Masalah keabsahan tes (test validity)
Model seleksi tradisional adalah model dimana dihitung keabsahan peramalan. Selain kelemahan-kelemahan model ini sebagaimana telah dikemukakan dalam subbab 1, mode ini mempunyai kelemahan dalam penerapannya.
Nilai keberhasilan ini kemudian dikoreksikandenganhasil-haisl tes merek. Besarnay korelasi adalah besarnya keabsahan peramalan. Dalam kenyataan tidak ada perusahaan yang mau mempekerjakan tenaga kerjanya tanpa seleksi. Lagu pula tidak banyak pekerjaan yang memerlukan begitu banyak tenaga kerja yang cukup untuk penelitian keabsahan.
Tujuan utama keabsahan berbarengan adalah untuk menghilangkan jarak waktu yangpanjang antara pemberian ukuran-ukuran peramlatan (tes) dengan pengumpulan dari ukuran-ukuran perilaku pada pekerjaan (kriteria kebehasilan)
Kelemahan-kelemahan keabsahan berbarengan ini adalah :
a. Asumsi yang salah bahwa penentu-penentu motivasi dalam menjawab satu alat yang mungkin diguakan untuk seleksi akan sama pada mereka yang telah bekerja dengan mereka yang melamar untuk pekerjaan.
b. Peramalan-peramalan mungkin berhubungan dengan pengalaman pada pekerjaan. Jawaban-jawaban tes bukannya meramalkan perilaku pada pekerjaan.

Rabu, 08 Juli 2009

FLEKSIBILITAS PASAR KERJA DAN TANGGUNG JAWAB NEGARA

PENDAHULUAN
Dewasa ini sistem pasar kerja di banyak negara mengalami perubahan sebagai akibat perubahan orientasi ekonomi global. Pasar kerja kini didorong ke arah bentuk yang lebih fleksibel (flexible labour market) bersamaan dengan menguatnya liberalisasi perekonomian dunia. Pasar kerja yang fleksibel – berikut sistem produksi yang fleksibel (flexible production) – diyakini oleh para pendukungnya dapat lebih merangsang pertumbuhan ekonomi serta memperluas pemerataan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat di tengah iklim kompetisi ekonomi global yang semakin ketat.
Sejalan dengan perubahan tersebut, peran negara dalam mengatur bekerjanya pasar kerja serta bentuk tanggung jawab negara terhadap kesejahteraan warganya pun mengalami perubahan. Peran dan tanggung jawab negara tersebut cenderung menyurut. Hal ini terlihat dari menurunnya alokasi anggaran untuk tanggung jawab negara yang berkaitan dengan kesejahteraan warganya (lihat Lindert, 2004). Demikian pula regulasi negara yang mengatur bekerjanya pasar tersebut berkurang. Sebaliknya, bekerjanya pasar kerja dan penyelenggaran kesejahteraan tersebut lebih banyak diserahkan kepada mekanisme pasar itu sendiri. Dinamikanya diserahkan langsung kepada hubungan antara pemodal dengan para pekerja atau pencari kerja. Melalui praktek hubungan-hubungan kerja di tingkat perusahaan, fleksibilitas pasar kerja diasumsikan dapat menghasilkan efek-efek positif bagi pertumbuhan ekonomi maupun keadilan sosial. Oleh sebab itu fleksibilitas kini menjadi modus utama operasi modal di banyak sektor.
Dalam kenyataan, perkembangan fleksibilitas pasar kerja menghasilkan efek yang beragam. Di banyak negara, khususnya negara berkembang, fleksibilitas justru menciptakan masalah yang tidak kecil baik bagi kelompok pekerja maupun kelompok masyarakat miskin (Gallie & Vogler, 1995; Vecernik, 2001; Caraway: 2007, Beleva & Tsanov, 2001). Alih-alih berdampak positif, pasar kerja yang fleksibel justru memiliki kerentanan dalam menciptakan degradasi kondisi kerja, ketidakpastian pendapatan dan kesejahteran serta melemahnya posisi tawar dari pekerja. Pasar kerja fleksibel menghasilkan pembagian kesempatan kerja dengan mengorbankan kualitas kesempatan kerja itu sendiri. Tingkat kerawanan yang lebih tinggi terjadi dalam pasar kerja yang memiliki suplai angkatan kerja tidak terampil yang berlebih (over supply). Di dalam konteks ini, menyurutnya peran negara dari sejumlah peran pelindungan sosial ekonominya justru membuat efek negatif dari fleksibilitas pasar kerja semakin menjadi lebih besar.
Situasi dan dampak tersebut terjadi pula di dalam sistem pasar kerja di Indonesia yang sedang berubah ini. Upaya fleksibilisasi pasar kerja secara keras dilakukan baik oleh pemerintah maupun pengusaha melalui kebijakan dan praktek ketenagakerjaan. Langkah-langkah ini ternyata menghasilkan berbagai dampak negatif di kalangan pekerja hampir di berbagai sektor. Dampak negatif bahkan juga dirasakan oleh para pencari kerja serta kelompok-kelompok masyarakat yang bergantung kehidupannya dari para pekerja dan pencari kerja tersebut. Ketidaksesuaian antara perencanaan kebijakan ketenagakerjaan dengan kondisi obyektif angkatan kerja, kondisi institusi-institusi pasar tenaga kerja, kebijakan makro perekonomian dan – yang lebih terpenting – menurunnya tanggung jawab negara terhadap perlindungan pekerja dan kesejahteraan warganya menjadi faktor-faktor kunci yang menyebabkan luasnya dampak negatif tersebut.
FLEKSIBILITAS PASAR KERJA: ASUMSI DAN REALITAS
Pembedahan secara kritis terhadap sistem pasar kerja fleksibel harus dimulai dari telaah terhadap asumsi-asumsi yang mendasarinya dan bentuk-bentuk kebijakan yang menjadi turunannya. Perbandingan antara asumsi-asumsi pemikiran tersebut dengan pola-pola kebijakan nyata tentang pasar kerja serta keadaan obyektif pasar kerja akan memberi gambaran yang lebih jelas mengenai permasalahan yang terjadi di seputar pasar kerja fleksibel.
Asumsi-asumsi Fleksibilitas Pasar Kerja
Pasar kerja fleksibel merupakan sebuah institusi dimana pengguna tenaga kerja (employer) dan pekerja serta pencari kerja bertemu pada suatu tingkat upah tertentu dimana kedua belah pihak memiliki keleluasaan dalam menentukan keputusan untuk bekerjasama tanpa hambatan sosial politik. Keleluasaan ini merupakan bentuk strategi adaptasi masing-masing terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di dalam lingkungannya (Meulders & Wilkin, 1991; Ul Haque, 2002).
Menurut para pendukung gagasan pasar kerja fleksibel, prinsip-prinsip pasar kerja ini diasumsikan menghasilkan dua efek positif sekaligus. Pertama, persaingan yang terbuka dan bebas–intervensi non-ekonomi di dalam pasar yang fleksibel akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Kedua, fleksibilisasi pasar kerja akan menghasilkan pemerataan kesempatan kerja yang pada gilirannya dapat menciptakan perbaikan tingkat pendapatan dan pengurangan tingkat kemiskinan. Pasar diserahkan sepenuhnya kepada pelaku-pelaku ekonomi untuk melakukan pertukaran rasional (Rapley, 1997). Berbagai peraturan yang membatasi dan menghambat gerak para pelaku ekonomi tersebut ditiadakan.
Di dalam pasar tenaga kerja, interaksi yang bebas di antara pengguna tenaga kerja (employer) dengan tenaga kerja (pekerja atau pencari kerja) dipandang sebagai kondisi yang perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi. Pengguna tenaga kerja bebas mencari tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan rasional pengguna, sedangkan tenaga kerja bebas memilih pengguna tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan rasional tenaga kerja (Islam, 2001). Kebutuhan rasional pengguna ditentukan oleh jenis dan kapasitas produksi yang dibutuhkan sesuai dengan persaingan yang dihadapinya dalam pasar komoditas. Kebutuhan rasional tenaga kerja ditentukan oleh seberapa jauh pendapatan yang diberikan oleh pengguna tenaga kerja dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (Islam, 2001).
Di dalam sistem pasar kerja yang fleksibel, keleluasaan dan kebutuhan-kebutuhan tersebut diasumsikan dapat saling terpenuhi. Hal ini karena pemakai kerja mendapat kemudahan untuk merekrut dan memberhentikan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhannya. Hambatan regulasi dan campur tangan negara untuk merekrut dan melakukan PHK dikurangi atau bahkan ditiadakan. Biaya rekrutmen dan PHK diperkecil. Model hubungan kerja berdasarkan sistem kontrak dan outsourcing diterapkan dan diperluas cakupannya untuk memungkinkan fleksibilisasi tersebut. Jam kerja dan besaran upah difleksibilisasikan sesuai dengan siklus bisnis atau fluktuasi permintaan pasar akan barang atau jasa yang diproduksi. Fleksibilisasi seperti ini akan menciptakan efisiensi produksi dan maksimalisasi keuntungan modal.
Dari sisi tenaga kerja, pekerja didorong untuk tidak terikat pada satu pemberi kerja (employer) dalam jangka waktu lama, melainkan dapat berpindah-pindah pekerjaan dengan pilihan tingkat pendapatan yang lebih baik. Kemudahan berpindah kerja tersebut diasumsikan dapat membuka peluang kesempatan kerja yang lebih besar kepada lebih banyak pencari kerja karena pekerjaan akan menjadi selalu tersedia bagi para pencari kerja (World Bank, 2005, 2006). Konsep keamanan lapangan kerja (employment security) menjadi lebih utama dibanding keamanan kerja (job security).
Fleksibilitas pasar kerja juga dianggap mempunyai fungsi penting dalam memecahkan masalah dualisme pasar kerja. Fleksibilitas pasar kerja menjamin terbukanya peluang para pekerja di sektor informal untuk berpindah ke sektor formal yang lebih aman dan mensejahterakan (World Bank, 2005; World Bank 2006). Dengan semakin banyak orang bekerja di sektor formal, maka akan lebih banyak pekerja yang memperoleh jaminan perlindungan hukum formal, tunjangan kesehatan, pendidikan dan pensiun, dan peningkatan keterampilan. Keseimbangan gender pun dianggap menjadi lebih baik karena para perempuan yang dominan di ekonomi informal dapat berpindah ke sektor formal. Dengan demikian sektor informal yang dipandang rentan terhadap eksploitasi kerja serta memiliki tingkat produktifitas yang lebih rendah akan berkurang dominasinya dan berganti ke arah dominasi sektor formal yang lebih aman dan produktif.
Sementara itu dari sisi hubungan kerja, fleksibilitas pasar kerja dapat mengurangi dominasi serikat buruh yang dianggap terlalu mempertahankan kepentingan aristokrasi pekerja tetap dengan mengorbankan kesempatan kerja bagi penganggur (Douglas, 2000). Serikat buruh dengan kekuatan kolektifnya juga dianggap menghambat fleksibilitas modal dalam menghadapi fluktuasi tekanan pasar. Fleksibilitas biaya tenaga kerja dan fleksibilitas cara produksi yang diperlukan oleh modal untuk melakukan efisiensi biaya produksi sering tidak dapat dengan mudah dilakukan karena mendapat tekanan serikat buruh. Untuk itu peran serikat buruh sebagai basis kekuatan kolektif mulai dikurangi atau setidaknya didorong ke arah bentuk yang lebih korporatis. Selain itu melalui bentuk hubungan kerja kontrak dan outsourcing, sistem kolektivisme dalam hubungan industrial mulai digeser ke arah individualisme. Individualisasi juga dilakukan terhadap sistem pengupahan dan penyelesaian perselisihan. Individualisasi hubungan-hubungan kerja tersebut dianggap sebagai kunci penting untuk mendorong produktivitas dan mengurangi kontrol kolektif serikat buruh terhadap kepentingan-kepentingan produksi dan ekspansi modal.
Keseluruhan prinsip pasar kerja fleksibel tersebut diyakini mempunyai efek positif bagi kebutuhan pertumbuhan ekonomi dan pemecahan masalah pengangguran serta kemiskinan. Prinsip-prinsip tersebut dipandang sangat sesuai dengan dominasi sistem perekonomi liberal yang berkembang meluas dewasa ini. Sebaliknya sistem pasar kerja yang kaku dipandang tidak dapat memberi peluang bagi pertumbuhan ekonomi dan pemecahan masalah pengangguran dan kemiskinan. Pasar kerja seperti ini dianggap cenderung tertutup khususnya bagi penganggur dan kelompok pekerja ekonomi informal untuk masuk ke sektor formal. Hal ini karena pekerja-tetap selalu mempunyai kecenderungan untuk berusaha mempertahankan keamanan dan keuntungan kerja (World Bank, 1995; Douglas, 2000). Di tingkat produksi, kekakuan sistem pasar kerja (labour market rigidity) juga dianggap tidak memacu produktivitas kerja karena tingkat kompetisi di antara pekerja cenderung rendah akibat rasa aman dalam pekerjaannya (World Bank, 2006). Pasar kerja yang kaku membuat biaya tenaga kerja menjadi tidak fleksibel karena jumlah dan jenis pekerja yang digunakan tidak dapat menyesuaikan fluktuasi tekanan persaingan dalam pasar komoditas.
Oleh para pendukungnya, pasar kerja yang kaku diyakini tidak sesuai lagi untuk kondisi perekonomian global yang semakin kompetitif dan liberal dewasa ini. Sebaliknya pasar kerja yang fleksibel adalah sistem pasar yang dianggap paling tepat bagi kelompok sosial manapun (World Bank, 2005). Namun di sisi lain sistem tersebut juga memerlukan serangkaian kondisi struktural penunjang. Pasar kerja fleksibel memerlukan dukungan sebuah kebijakan pasar kerja yang koheren dan terintegrasi dengan sistem hubungan industrial, strategi industrialisasi dan sistem jaminan sosial yang baik. Secara lebih spesifik struktur pasar kerja yang ditandai oleh suplai yang besar dari buruh terampil, aksesibilitas yang luas terhadap informasi mengenai pasar kerja dan penarikan sumber dana untuk jaminan sosial yang diredistribusikan secara merata menjadi faktor-faktor penting yang menentukan efektivitas pasar tersebut .
Untuk mendukung asumsi-asumsi positif ini negara juga didorong untuk menciptakan berbagai institusi yang menjamin bekerjanya pasar kerja fleksibel dengan optimal. Sejumlah instrumen regulasi yang dianggap terlalu ketat membatasi kebebasan dicabut atau diperlunak. Aturan-aturan yang terlampau protektif bagi pekerja dihilangkan. Negara juga didorong untuk melegalkan sistem kontrak kerja seluas mungkin untuk menjamin keleluasaan bergerak pekerja maupun modal. Sejalan dengan prinisip pasar bebas, pengurangan campur tangan negara bukan hanya dilakukan terhadap pengaturan pasar kerja tapi juga pada sistem perlindungan sosial.
Kebijakan-kebijakan Fleksibilitas Pasar Tenaga kerja
Di negara-negara industri maju sistem pasar kerja yang fleksibel telah menjadi arus utama strategi kebijakan ekonomi. Eropa yang telah lama menganut konsep welfare-state dengan perlindungan tenaga kerja yang kokoh mengubah secara signifikan sistem pasar kerjanya menjadi lebih fleksibel (Bamber & Lansbury, 1993; Foroohar & Emerson, 2004). Demikian pula Jepang yang lama menganut sistem long-life employment kini mengubah sistem tersebut ke arah pasar kerja yang lebih fleksibel yang mempekerjakan orang dengan jangka waktu yang lebih pendek (Weathers, 2001; Kuwahara, 1993). Bank Dunia dan IMF juga menjadikan prinsip ini sebagai resep pembangunan sosial ekonomi yang ditawarkan kepada negara-negara berkembang. Prinsip ini diletakkan dalam satu paket usulan kebijakan liberalisasi ekonomi serta pemecahan masalah kemiskinan dan pengangguran sekaligus. Index Level of labour Market Rigidity Iseperti hiring & firing cost) kerap digunakan sebagai indikator-indikator tingkat keterbukaan suatu negara terhadap investasi yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus indikator tingkat keterbukaan kesempatan kerja bagi kelompok penganggur dan besarnya peluang peralihan tenaga kerja dari sektor informal yang miskin ke sektor formal yang lebih mensejahterakan (World Bank, 2006; Bernabè & Krstić, 2005).
Di Indonesia, gagasan pasar kerja fleksibel disokong dengan kuat oleh pemerintah, pengusaha, dan kalangan ekonom neoklasik. Gagasan ini dipandang sebagai sebuah langkah strategis untuk memecahkan masalah kemiskinan dan pengangguran sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi. Sistem pasar kerja yang ada selama ini dipandang terlalu kaku dan tidak membantu pemecahan masalah tingginya angka pengangguran yang kini telah mencapai 10,4% (BPS, 2006), tingginya angka kemiskinan (39 juta jiwa penduduk miskin), terlalu besarnya konsentrasi penduduk di sektor ekonomi informal, rendahnya pertumbuhan investasi (ADB, 2007), serta tingginya tingkat ketidakpastian iklim bisnis di Indonesia. Untuk itu beberapa langkah kebijakan diambil oleh pemerintah untuk melakukan restrukturisasi pasar kerja. Langkah-langkah tersebut adalah 1) perubahan kebijakan ketenagakerjaan yang diintegrasikan ke dalam satu paket kebijakan dengan rencana pertumbuhan investasi, seperti perpajakan, perijinan investasi, dan lain-lain; 2) mengintegrasikan perubahan kebijakan ketenagakerjaan dengan konteks pemecahan masalah kemiskinan dan pengangguran (Widianto, 2006).
Agenda terpenting dari perubahan kebijakan ketenagakerjaan tersebut adalah penciptaan pasar kerja yang lebih fleksibel. Kebijakan pasar kerja yang fleksibel yang telah tercermin di dalam UUK 13/2003 (terutama pada pasal 59-66) dipandang masih perlu lebih difleksibelkan. Apalagi jika dikaitkan dengan pasal-pasal yang mengatur PHK. Pasal-pasal ini dianggap masih terlalu kaku. Hingga saat ini proses perumusan kebijakan tersebut masih berlangsung. Pergulatan kepentingan antara pemerintah, pekerja, dan pengusaha menjadi salah satu faktor penentunya. Pergulatan ini sekaligus menandai adanya permasalahan yang lebih dari sekedar politik kebijakan tetapi juga permasalahan nyata dari validitas dan reliabilitas kebijakan pasar kerja itu sendiri. Praktek fleksibilitas pasar kerja yang dihasilkan dari UU 13/2003 ternyata telah membuahkan cukup banyak dampak yang tidak menguntungkan pekerja bahkan kelompok miskin pencari kerja. Dari realitas dampak tersebut, ada dua pokok permasalahan yang perlu mendapat tinjauan lebih kritis. Pertama, permasalahan asumsi teoritis dari konsep pasar kerja fleksibel. Kedua, permasalahan operasional dari implementasi kebijakan yang melibatkan beragam faktor yang berpengaruh.

Kritik terhadap konsep fleksibilitas pasar kerja dan implikasinya kepada tenaga kerja di Indonesia.

Ada dua pertanyaan kritis dan mendasar yang penting untuk diajukan terhadap asumsi-asumsi dasar fleksibilitas. Pertama adalah pertanyaan yang berkaitan dengan pasar kerja dan yang kedua berkaitan dengan kualitas pekerjaan dan kualitas pembagian kesempatan pekerjaan yang terjadi di dalam pasar kerja fleksibel. Pertanyaannya adalah bagaimana karakter pasar kerja yang ada di pertimbangkan dalam perumusan dan penerapan kebijakan fleksibilitas dan seberapa jauh persoalan kualitas kesempatan kerja diperhatikan dalam kebijakan yang sama. Kedua pertanyaan ini menjadi sangat esensial karena karakter pasar kerja sangat mempengaruhi kondisi kerja yang muncul akibat fleksibilitas yang diterapkannya dan karena pembagian kesempatan kerja tidak serta merta menghasilkan perbaikan kondisi kemiskinan. Pertanyaan yang berkaitan dengan pasar kerja akan membantu memeriksa mengapa kebijakan pasar kerja yang fleksibel membawa dampak negatif bagi pekerja. Pertanyaan mengenai kualitas pembagian kesempatan kerja menjadi dasar pemikiran penting untuk melihat apakah kondisi bekerja menjadi berbeda secara signifikan dari kondisi menganggur atau kondisi bekerja di sektor informal.

Kedua pertanyaan tersebut memunculkan tiga kritik utama terhadap asumsi-asumsi positif dari sistem pasar kerjafleksibel.

Kritik-1 : Menguatnya dualisme pasar kerja
Fleksibilisasi pasar kerja secara optimis dipandang sebagai sebuah jalan keluar untuk mengatasi kemandegan ekonomi yang diakibatkan oleh pasar kerja yang dualistik (World Bank, 2006; Bernabè & Krstić, 2005). Fleksibilisasi dianggap dapat mengalihkan tenaga kerja di sektor ekonomi yang informal atau tradisional ke sektor formal dan modern. Namun demikian dalam kasus Indonesia ada aspek yang tidak mendapat perhatian kritis dari para pendukung gagasan ini yakni karakter dasar dari pasar tenaga kerja.

Berbagai diskusi mengenai kebijakan pasar kerja fleksibel di Indonesia tidak menyentuh secara mendalam aspek karakter pasar kerja maupun karakter kebijakan negara tentang pasar kerja (Islam 2000; World Bank 2004, SMERU 2003). Diskusi-diskusi tersebut hanya menyinggung mengenai dualisme pasar kerja antara formal dan informal, terampil dan tidak terampil tanpa mempersoalkan dualisme tersebut sebagai akar persoalan distorsi fleksibilitas pasar kerja. Pengalaman berbagai negara Eropa menunjukkan karakter pasar kerja dan kebijakan pasar kerja aktif menjadi syarat wajib yang melekat untuk kebijakan pasar kerja fleksibel yang adil dan melindungi pekerja. Oleh karena itu berbagai studi mengenai fleksibilitas di Eropa tidak pernah membahas keduanya karena sudah dianggap sebagai prasyarat yang sudah dengan sendirinya ada (Wallace 2003, Dore 2003, Monastiriotis 2003, Coats 2006).

Masalah muncul ketika syarat wajib itu dianggap sudah dimiliki oleh Indonesia. Kebijakan LMF diadopsi secara sempurna dari sisi mekanismenya tanpa memperhatikan ciri pasar tenaga kerjanya. Pasar kerja di Indonesia selain ditandai oleh ciri-ciri yang dualistik yakni sektor formal yang modern dan sektor informal yang tradisional juga didominasi oleh tenaga kerja tidak terampil di kedua sektor tersebut. Karakter dualistis pasar kerja di Indonesia dan over supply tenaga tidak terampil menyebabkan logika kebebasan untuk berpindah dari sektor informal ke sektor formal serta kebebasan bertransaksi yang setara antara tenaga kerja dan pengguna kerja menjadi tidak berlaku. Kondisi obyektif 95% tenaga kerja Indonesia kurang terampil dan 60% hanya berpendidikan SD menunjukkan dengan sendirinya kecilnya peluang atau ketidakmungkinan pekerja untuk dapat secara fleksibel berpindah dari satu pabrik ke pabrik lain, atau industri lain, atau sektor lain, atau daerah lain. Hal ini berarti, pekerja telah secara melekat tidak memiliki peluang yang sama dengan pengusaha untuk secara bebas melakukan pilihan (Tjandraningsih 2004). Bahkan di antara sesama kategori pekerja, peluang pilihan-bebas pun sebenarnya tersebut tidak sama. Pekerta tidak terampil mempunyai pilihan jauh lebih terbatas dibanding pekerja terampil. Apabila mengikuti logika definisi fleksibilitas pasar kerja, indikator tersebut tidak memungkinkan pasar kerja dapat beroperasi secara lancar sebagaimana yang diharapkan. Sebaliknya majikan lebih terbuka untuk memilih tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhannya. Perangkat hukum yang dibangun oleh Negara untuk menjamin fleksibilisasi memberikan kemudahan lebih besar bagi perusahaan untuk merekrut dan mengurangi pekerja setiap saat. Dengan demikian kebijakan ini menggandakan posisi tawar perusahaan.

Di tingkat perusahaan juga terjadi dualisme pasar kerja berdasarkan keterampilan dan status hubungan kerja. Pekerja terampil biasanya adalah pekerja tetap dengan upah baik dan pekerja tidak terampil berstatus tidak tetap dengan upah rendah. Hal ini sudah terjadi di negara-negara lain yang sudah lebih dulu menerapkan fleksibilitas. Pengalaman di Eropa maupun AS menunjukkan dalam derajat tertentu fleksibilitas hanya dimiliki oleh buruh yang memegang posisi manajerial dan professional-buruh terampil yang berpendidikan tinggi (Wallace 2003). Pengalaman Jepang mengatakan bahwa fleksibilitas memang menguntungkan buruh terampil dan pada saat yang sama menimbulkan tekanan untuk menurunkan upah dan tunjangan untuk buruh kurang atau tidak terampil. (Weathers 2001). Kondisi di Indonesia tidak berbeda. Penempatan buruh terampil di lapis pusat struktur tenaga kerja dengan status hubungan kerja tetap lengkap dengan berbagai fasilitas kerja dan tunjangan yang sangat memadai di beberapa perusahaan merupakan ilustrasi yang tepat untuk menggambarkan apa yang juga terjadi di Jepang. Dualisme pasar kerja internal ini terus dipertahankan oleh perusahaan sambil melakukan proses pengurangan tenaga terampil dan tetap.

Hak pekerja tidak tetap (kontrak maupun outsourcing) yang terbatas hanya pada upah pokok sebesar atau di bawah upah minimum serta ketentuan kontraknya yang tidak menentu dan tidak sesuai dengan peraturan menunjukkan bahwa perpindahan ke sektor formal sama sekali tidak menjamin peroleh jaminan sosial dan perlindungan kerja dibanding dengan sektor informal sebagaimana yang diasumsikan. Formalisasi pekerjaan tidak terjadi karena kategori pekerja yang fleksibel (kontrak dan outsourcing) umumnya tidak menikmati keistimewaan kerja sebagaimana dimiliki oleh pekerja tetap. Perpindahan ke sektor formal juga tidak membuat posisi hukum dari pekerja yang pindah dari sektor informal menjadi lebih baik karena ketidakberdayaan pekerja untuk memanfaatkan institusi hukum di dalam berhadapan dengan pengusaha, sistem hukum peradilan yang kurang menguntungkan bagi pekerja, dan terlepasnya pekerja dari sistem perlindungan kolektif yang berasal dari serikat buruh.
.
Di sisi kebijakan pasar kerja, apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan mutu tenaga kerja sudah diidentifikasi dengan baik (Widianto 2003, 2005) dan sangat disadari merupakan salah satu langkah untuk menarik investor (World Bank 2004). Akan tetapi juga disadari bahwa sebagai langkah struktural untuk mereformasi pasar kerja kebijakan pasar kerja aktif merupakan sebuah investasi jangka panjang yang tidak terlalu menarik dan tidak dianggap penting. Pilihan lebih diambil untuk melakukan langkah-langkah praktis sebagaimana didesakkan oleh Bank Dunia yang hanya terkait dengan kebijakan yang berkait dengan hubungan kerja dan kesejahteraan sosial jangka pendek (2004). Pragmatisme kebijakan yang diambil juga tercermin dari dilakukannya berbagai bentuk kebijakan pasar kerja pasif melalui pemberian BLT atau pembagian sembako, kartu miskin untuk akses pelayanan kesehatan, bantuan uang sekolah. Ketika fleksibilitas tidak dapat dihindari, perangkat kebijakan yang praktis-pragmatis tidak akan banyak membantu mengurangi dampak negative fleksibilitas pasar tenaga kerja. Sebagaimana yang menjadi rumus di Negara-negara Eropa, seperangkat kebijakan yang menggabungkan jenis fleksibilitas, peraturan perlindungan kerja, system tunjangan dan investasi signifikan untuk kebijakan pasar kerja aktif (ALMP) merupakan syarat untuk mendapatkan keluaran yang baik untuk LMF (Coats 2006).

Kritik - 2 : Peningkatan ketidakpastian kerja, penurunan tingkat kesejahteraan dan degradasi kondisi kerja

Hal yang tidak atau kurang diperhatikan oleh proponen fleksibilitas di Indonesia adalah kenyataan terjadinya degradasi kesejahteraan dan kondisi kerja para pekerja. Sementara itu degradasi ini adalah konsekuensi logis dari fleksibilitas pasar kerja. Dore merumuskan fleksibilitas sebagai sebuah cara untuk menghilangkan ‘social evil of unemployment’ melalui penciptaan kesempatan kerja yang ‘atypical’ (pekerja tidak tetap, kontrak pendek, paruh waktu, ‘agency despatched’) yang mengandung biaya tenaga kerja rendah sehingga memudahkan perusahaan dalam merekrut tenaga kerja baru. Kemudahan ini membuat kesempatan kerja menjadi lebih mudah tersedia. Di dalam pasar kerja yang dualistik dan ditandai oleh tingkat pengangguran yang tinggi ketersediaan pekerjaan ini menjadi sangat penting artinya bagi pekerja dan pencari kerja. Oleh karenanya pekerjaan-pekerjaan yang berupah rendah dan tidak memberi jaminan kerja apapun masih dianggap tersebut lebih baik daripada mereka menganggur (Dore, 2003:31).
Keadaan ini menunjukkan bahwa peningkatan kesempatan kerja dalam pasar kerja dualistik yang fleksibel cenderung berbanding terbalik dengan penurunan mutu kesempatan kerja. Pekerja tidak terampil memang menjadi relatif lebih mudah mendapat pekerjaan tetapi ketidakpastian kerjanya semakin meningkat, kesejahteraannya semakin turun dan kondisi kerjanya semakin terdegradasi. Pekerja tidak terampil begitu mudah untuk direkrut dan dikeluarkan tanpa perlindungan kerja. Pekerja tidak terampil semakin mudah untuk difleksibelkan kondisi kerjanya maupun status kerjanya menjadi pekerja tidak tetap. .
Sumber : Hari Nugroho dan Indrasari Tjandraningsih

Senin, 06 Juli 2009

Pemimpin dan Kepemimpinan

TEORI KEPEMIMPINAN

Untuk sekedar memberikan suatu pandangan teoritis tentang teori kepemimpinan tidak salahnya jika dikutip tentang kepemimpinan dari Ralph. M. Stogdill yang telah mengadakan survey tentang teori kepemimpinan dalam bukunya Hand Book of Leadership. Dari buku tersebut akan dikutip mengenai pengertian teori kepemimpinan, tipe,dan fungsi kepemimpinan. Walaupun factor sosio-budaya turut menentukan sikap dari seorang pemimpin yang dapat merupakan sikap cirri khas dari suatu bangsa, namun ciri-ciri kepemimpinan secara fundamental adalah universal. Dalam buku Hand book of leadership yang ditulis oleh Ralph.M. Stodgill dengan judul “ a survey of theory and research” mengenai pemimpin dan kepemimpinan diungkapkan terlebih dahulu pengertian atau defenisi kepemimpinan sebagai berikut :

Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan tampaknya lebih merupakan konsep daripada pengalaman.banyaknya konsep definisi kepemimpinan yang berbeda hamper sebanyak jumlah orang yang telah berusaha untuk mendefinisikannya. Sekalipun demikian terdapat banyak kesamaan diantara definisi tersebut yang memungkinkan adanya skema klasifikasi secara kasar.

Kepemimpinan sebagai focus proses kelompok
Cooley (1902) menyatakan bahwa pemimpin selalu merupakan inti dari tendensi dan dilain pihak, seluruh gerakan social bila diuji secara teliti akan terdiri atas pelbagai tendensi yang mempunyai inti tersebut.
Mumford (1906-1907) memandang bahwa kepemimpinan adalah keunggulan seseorang atau individu dalam kelompok, dalam proses mengontrol gejala-gejala social.
Menurut Bernard (1927) pemimoin dipengaruhi oleh kebutuhan dan harapan dari para anggota kelompok. Pada gilirannya ia memusatkan perhatian dan pelepasan energi anggota kelompok kearah yang diinginkan
Smith (1934) menguraikan berdasarkan cirri-ciri kepribadian pemimpin, yaitu bahwa kelompok social yang mencerminkan kesatuannya dalam aktivitas yang saling berhubungan selalu terdiri atas dua hal; pusat aktivitas dan individu yang bertindak sesuai pusat tersebut
Brown (1936) berpendapat bahwa pemimpin tidak dapat dipisahkan dari kelompok, akan tetapi boleh dipandang sebagai suatu posisi dengan potensi tinggi di lapangan
Krech dan Crutcfield (1984) memandang bahwa dengan kebaikan dari posisinya yang khusus dalam kelompok ia berperan sebagai agen primer untuk penentuan struktur kelompok,tujuan kelompok, dan aktivitas kelompok
Knickerbockers (1948) mengikuti alur pikiran yang nampaknya menempatkan dirinya dalam aliran teori pusat kelompok.
Kepemimpinan sebagai suatu kepribadian dan akibatnya
Bowden (1926) mempersamakan kepemimpinan dengan kekuatan kepribadian. Bingham ( 1927) mendefinisikan pemimpin sebagai sebagai seorang individu yang memiliki sifat-sifat kepribadian dan karakter yang diinginkan. Bernard (1926) seorang individu yang lebih efisien dalam melontarkan rangsangan psikososial terhadap orang lain dan secara efektif mensyaratkan respon secara kolektif dapat disebut sebagai pemimpin. Tead (1929) melihat kepemimpinan sebagai perpaduan dari berbagai sifat yang memungkinkan individu mempengaruhi orang lain untuk mengerjakan tugas tertentu. Bogardus (1934) mendefinisikannya sebagai kepribadian yang tampil dalam kondisi kelompok.
Teori kepribadian cenderung memandang kepemimpinan sebagai akibat pengaruh satu arah. Mengingat bahwa pemimpin mungkin memiliki kualitas tertentu yang membedakan dirinya dengan para pengikutnya, biasanya mereka (ahli teori kepribadian) lupa menyinggung karakteristik timbal balik dan interaktif dari situasi kepemimpinan.

Kepemimpinan sebagai seni mempengaruhi orang lain
Munson (1921) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan meng-handle orang lain untuk memperoleh hasil maksimal dengan friksi sesedikit mungkin dan kerja sama yang besar. Allport (1924) kepemimpina merupakan kontak langsung atau tatap muka antara pemimpin dan pengikut yang merupakan social control personal. Moore (1927) melaporkan hasil konferensi dimana Stuart mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan yang memberi kesan tentang keinginan pemimpin, sehingga dapat menimbulkan kepatuhan dan rasa hormat. Philips (1939) kepemimpinan adalah pembebanan, pemeliharaan, dan pengarahan dari kesatuan moral untuk mencapai tujuan akhir. Allen (1958) memandang pemimpin sebagai seorang yang membimbing dan mengarahkan orang lain,sedangkan Bennis (1959) mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses dimana seseorang mempengaruhi bawahan untuk berperilaku sesuai dengan yang diharapkan.
Para ahli teori pengaruh sukarela, mungkin lebih dari para ahli teori kepribadian, cenderung memandang kepemimpinan sebagai suatu pemaksaan atau pendesakan pengaruh secara tidak langsung. Pengabdian para pengikut dan kelompok ini ditentang oleh para ahli yang mencoba menghilangkan definisi tentang kemungkinan adanya legitimasi mengenai konsepsi kepemimpinan yang otoritas.

Kepemimpinan sebagai penggunaan pengaruh
Nash (1929)menyatakan bahwa kepemimpinan secara tidak langsung menyatakan adanya pengaruh yang mengubah tingkah laku orang. Tead (1935) mendefinisikan sebagai aktifitas mempengaruhi orang untuk bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan bersama. Stodgill (1950) menyebutnya sebagai suatu proses mempengaruhi aktivitas kelompok yang terorganisasi untuk pencapaian tujuan. Menurut Bass (1961) usaha individu untuk mengubah tingkah laku orang lain dapat dikatakan pemimpin.
Konsep pengaruh mengingatkan terdapatnya perbedaan tingkah laku individu yang mengakibatkan atau mempengaruhi aktivitas kelompok. Didalamnya terdapat hubungan timbal balik antara pemimpin dan pengikut akan tetapi tidak selalu harus dicirikan oleh adanya dominasi, control, dan pemaksaan pengaruh oleh pemimpin.
Kepemimpinan sebagai tindakan dan tingkah laku
Menurut Carter (1953), tingkah laku kepemimpinan menandakan adanya keahlian tertentu, sehingga dapat dikatakan sebagai tingkah laku kepemimpinan. Shartle (1956) mendefinisikan tingkah laku kepemimpinan sebagai tingkah yang akan menghasilakan tindakan orang lain searah dengan keinginannya. Hemphill (1949) menyatakan bahwa kepemimpinan dapat diartikan sebagai tingkah laku seorang individu untuk mengarahkan kelompok. Fiedler (1967) menawarkan definisi yang hampir sama sebagai berikut; tingkah laku kepemimpinan dapat diartikan pemimpinan mengkoordinasikan kelompok.
Para ahli teori tingkah laku tertarik untuk membuat suatu definisi yang berdasarkan observasi, deskripsi, pengukuran, dan pengujian yang obyektif.

Kepemimpinan sebagai bentuk persuasi
Schenk (1928)menyatakan bahwa kepemimpinan adalah pengelolaan manusia melalui persuasi dan inspirasi daripada melalui pemaksaan langsung. Cleeton dan Mason (1934) kepemimpinan mengindikasikan adanya kemampuan mempengaruhi manusia dan menghasilkan rasa aman melalui pendekatan secara emosional daripada melalui penggunaan otoriter. Copeland (1942) berpendapat bahwa kepemimpinan adalah seni berhubungan dengan orang lain,merupakan seni mempengaruhi orang melalui persuasi dengan contoh konkrit.
Definisi kepemimpinan sebagai bentuk persuasi cenderung banyak diminati oleh para mahasiswa, para ahli teori militer, dan industri yang bertentangan dengan konsep otoriter. Kenyataan memperlihatkan bahwa persuasi merupakan kekuatan untuk mempertajam harapan dan keyakinan,karenanya akan tampil dan lebih diperhatikan dalam penelitian mengenai kepemimpinan.

Kepemimpinan sebagai hubungan kekuasaan
French (1956) mendefinisikan kepemimpinan dalam kerangka pembedaan hubungan kekuasaan antara anggota dan kelompok. Gerth dan Molls (1953) kepemimpinan dipandang secara umum adalah hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin dimana pemimpin lebih banyak mempengaruhi daripada dipengaruhi karena sebagai suatu hubungan kekuasaan.
Kekuasaan dipandang sebagai suatu bentuk dari dari hubungan saling pengaruh-mempengaruhi. Dalam hal ini dapat diobservasi bahwa pemimpin cenderung untuk mentransformasikan leadership opportunity ke dalam hubungan yang terbuka.

Kepemimpinan sebagai alat mencapai tujuan
Menurut Cowley (1928)pemimpin adalah individu yang memiliki program/ rencana dan bersama kelompok bergerak mencapai tujuan dengan cara yang pasti. Knickerbocker (1948)berpendapat fungsional kepemimpinan adalah bila pemimpin dipersepsi oleh para anggota kelompok sebagai pengendali dalam pemuasan kebutuhan mereka. R. C. Davis (1942) memandang kepemimpinan sebagai kekuatan dinamik yang merangsang motivasi dan koordinasi organisasi dalam mencapai tujuan.
Definisi-definisi tersebut memandang kepemimpinan yang mempunyai nilai instrumental. Kepemimpinan disini menghasilkan peran-peran tertentu yang harus dimainkan dan dapat mempersatukan kelomppok dalam rangka mencapai tujuan bersama. Jadi, kepemimpinan disefinisikan sebagai suatu fungsi yang sangat penting dalam suatu kelompok.

Kepemimpinan sebagai pembedaan peran
Salah satu prestasi yang cukup menonjol dari sosiologi modern adalah perkembangan dari teori peran. Setiap anggota suatu masyarakat menempati status posisi tertentu, begitu pula halnya pada lembaga-lembaga dan organisasi. Dalam setiap posisi, individu diharapkan memainkan peran tertentu. Kepemimpinan dapat dipandang sebagai suatu aspek dalam diferensiasi peran.
Kebanyakan penelitian tentang kemunculan dan diferensiasi peran banyak berkaitan dengan masalah kepemimpinan, seperti yang dinyatakan sherif (1956), bahwa kepemimpinan merupakan peranan didalam suatu skema hubungan dan ditentukan oleh harapan timbal balik antara pemimpin dan anggota. Jadi, teori dan penelitian yang menyinggung masalah bantuan konfirmasi dan struktur dari harapan merupakan juga masalah kepemimpinan.

Kepemimpinan sebagai inisiasi struktur
Gouldner menyatakan, bahwa terdapat perbedaan antara stimulus yang di timbulkan oleh pengikut dan yang berasal dari pemimpin; hal ini merupakan kemungkinan bagin pembentukan tingkah laku kelompok. Homans (1950), mengidentifikasikan pemimpin kelompok sebagai anggota yang mengawali suatu interaksi.
Kelompok penulis tersebut telah berusaha untuk mengidentifikasikan kepemimpinan berkenaan dengan variable yang menumbulkan diferensiasi dan pemeliharaan struktur peranan didalam kelompok. Dengan alasan demikian, definisi yang muncul lebih bersifat teoritik daripada konkrit dan deskriptif. Yang hendak dituju adalah mempertimbangkan proses dasar yang terlibat dalam memunculkan peran kepemimpinan.

KEPEMIMPINAN
Teori kepemimpinan mencoba untuk menerangkan (1) factor-faktor yang terlibat dalam pemunculan kepemimpinan, (2) sifat dasar dari kepemimpinan .

Teori orang-orang terkemuka
Woods (1913) mempelajari empat belas bangsa dalam kurun waktu lima sampai sepuluh abad. Kaum kerabat paara raja juga memiliki kecenderungan untuk menjadi orang yang berpengaruh dan berkuasa. Woods menyimpulkan bahwa manusia membuat dan membentuk suatu bangsa sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Wiggams (1931) melanjutkannya dengan proposisi bahwa kelansungan hidup buat yang terbaik, dan perkawinan campuran di antara mereka menghasilkan kelas aristrokat yang secara biologis bebeda dengan kelas yang lebih rendah.
Jika pemimpin diberkati dengan kualitas superior yang membedakan dirinya dari pengikut, memungkinkan untuk mengidentifikasikan kualitas tersebut. Asumsi ini menimbulkan teori tentang kepemimpinan. Bernard, Bingham, Tead, dan Kilbourne menerangkan kepemimpinan berkenaan dengan sifat-sifat dasar kepribadian dan karakter.


Teori lingkungan
Beberapa ahli teori mengembangkan pandangan bahwa kemunculan pemimpin besar adalah hasil dan waktu, tempat dan situasi sesaat. Mumford (1909) menyatakan bahwa pemimpin muncul oleh kemampuan dan ketrampilan yang memungkinkan dia memecahkan masalah social dalam keadaan tertekan , perubahan dan adaptasi. Schneider (1937) menemukan bahwa jumlah para pemimpin militer di inggris sebanding dengan muncul banyaknya konflik di Negara itu. Jadi, situasi cultural erat kaitannya dengan prestasi kepemimpinan.
Walaupun perang dan situasi krisis lainnya dapat memberikan kesempatan bagi timbulnya kepemimpinan, tetapi beberapa ahli teori berpendapat bahwa situasinya itu sendiri tidak cukup untuk memunculkan suatu kepemimpinan.
Teori personal-situasional
Westburgh (1931) menyatakan bahwa penelitian tentang kepemimpinan harus juga termasuk; sifat-sifat afektif, intelektual,dan tindakan individu; kondisi khusus individu didalam pelaksanaanya. Case (1933) menyatakan bahwa kepemimpinan dihasilkan dari rangkaian 3 faktor, yaitu;
1. sifat kepribadian pemimpin
2. sifat dasar kelompok dan anggota
3. peristiwa (perubahan atau masalah) yang dihadapkan kepada kelompok

sedangkan, Brown (1936) mengajukan 5 hukum dinamika medan kepemimpinan. Pemimpin harus;
1. memiliki karakter keanggotaan kelompok yang dipimpinnya
2. memiliki potensi yang besar di lapangan social
3. menyesuaikan diri dengan struktur medan yang ada
4. menyadari kecenderungan jangka panjang dala struktur medan
5. mengakui/menerima bahwa dengan meningkatnya potensi harus diimbangi dengan kurangnya kemerdekaan dalam hal kepemimpinan.

Sebagai hasil penelitian dan teori yang dikembangkan setelah perang dunia II, terdapat pengembangan titik tolak pandangan. Menurut Gerth dan Mills (1952), untuk mengerti kepemimpinan, perhatian harus diarahkan pada;
1. sifat dan motif pemimpin sebagai manusia biasa
2. membayangkan bahwa terdapat sekelompok orang yang dia pegang dan motifnya mengikuti dia
3. penampilan peran yang harus dimainkan seorang pemimpin
4. kaitan kelembagaan yang melibatkan dia dan pengikutnya

cattel (1951) berpendapat bahwa dua fungsi primer dari kepemimpinan adalah;
1. membantu kelompok dalam menemukan arti dari tujuan yang telah ditetapkan bersama
2. membantu kelompok dalam menentukan tujuan



Teori interaksi harapan
homan (1950) mengembangkan teori tentang peran kepemimpinan dengan menggunakan tiga variable dasar; tindakan , interaksi, dan sentiment. Asumsi bahwa peningkatan frekuensi interaksi dan partisipasi sangat berkaitan dengan peningkatan sentiment/perasaan senang dan kejelasan dalam norma kelompok. Stogdill (1959) mengembangkan teori harapan untuk mencapai peran. Interaksi antar anggota dalam pelaksanaan tugas akan menguatkan harapan untuk tetap beinteraksi. Jadi, peran individu ditentukan oleh harapan bersama yang dikaitkan dengan penampilan dan interaksi yang dilakukannya.

Teori humanistic
McGregor (1960, 1966) menyusun dua postulat kepemimpinan organisasional. Teori X dan teori Y. pembentukan yang berdasarkan kepada asumsi bahwasanya manusia bersikap pasif dan menentang kebutuhan organisasional ini mencoba mengarahkan dan memotivasi individu yang memiliki motivasi dan keinginan untuk bertanggung jawab, agar menciptakan kondisi organisasi yang memungkinkan terpenuhinya semua kebutuhan individu sambil mengarahkan usaha dala mencapai tujuan organisasi.
Blake dan Mouton (1964, 1965) mengonsepsikan kepemimpinan yang dikaitkan dengan jaringan managerial. Kepemimpinan yang memperhatikan kedudukan dari masing-masing anggota.

Teori pertukaran
Pada teori ini diungkapkan bahwa interaksi social ini akan menghasilkan bentuk perubahan dimana para pengikutnya akan berpartisipasi aktif. Pemimpin dan kepemimpinan bnayak diharapkan mengadakan interaksi untuk menunjang keberhasilan dari kepemimpinannya sehingga masyarakat akan merasa dihargai dan adanya kepuasaan dan penghargaan terhadap pemimpin. Jika kita tinjau pengelompokan dari teori kepemimpinan ini dapat kita golongkan dalam kelompok besar ialah :
1. kepemimpinan yang dijaring berdasarkan data historic terhadap pemimpin yang memiliki caliber internasional.
2. teori mengutamakan situasi dan pre-disposisi seseorang dalam mencapai tujuan
3. teori yang mengutamakan lingkungan sebagai factor utama dan lahirnya pemimpin
4. teori yang menitik beratkan pada factor interaksi antara rakyat dengan pemimpin, yangmana rakyat bukan sekedar objek namun sunyek.
5. teori yang membahas bahwa individu senantiasa perlu diperhatikan keinginannya melalui instrument yang diciptakan untuk mengarahkan lancarnya aktivitas.

Tipe dan fungsi dari kepemimpinan
Inti dari tipe dan fungsi kepemimpinan ini sebenarnya mengarah kepada manajemen sebagai fungsi primer dalam menjalankan aktivitasnya ialah perencanaan, pengawasan ,dan aktivitas.berdasarkan teori ini maka titik perhatian adalah kegiatan kelompok, interaksi, dan kepuasaan anggota. Sehingg atipe pemimpin dalam mencapai hal ini dapat dibedakan :
1. Autoriter (dominator)
2. Persuasif (Coowd arouser)
3. Demokratik (group developer)
4. intelektual (eminent man)
5. Eksekutif (administrator)
6. Representatif (Spokesman)


KEPEMIMPINAN MILITER
Karakteristik dari kepemimpinan
1. sifat umum dari kepemimpinan, pekerjaan tidak mempunyai monopoli terhadap kepemimpinan, pemimpin tidak didapatkan dalam industri dan pemerintahan saja, tetapi pada setiap fase dalam kehidupan manusia.
2. unsur-unsur kepemimpinan, kepemimpinan termasuk pengertian , anlaisis, memerintah, dan mengawasi sifat-sifat manusia
3. kepemimpinan yang otoriter dan lengkap, bentuk kepemimpinan militer berada diantara kepemimpinan yang otoriter dan lengkap. Pemimpin otoriter dikenali dari penggunaan kekuasaan yang dogmatic dan arbitrasi.
4. kelenkapan dari kepemimpinan, efektifitas seorang pemimpin tergantung pada semua hal yang dilakukannya yang menyebabkan kekuatan ikatan antara dia dan bawahannya
5. hubungan antara kepemimpinan, komando, dan ketatalaksanaan, unsur kepemimpinan yang efektif harus ada pada perintah untuk komando, dan ketatalaksanaan untuj mencapai hasil yang maksimal

Tingkah laku manusia
1. kemampuan untuk mempengaruhi dan mengatur orang lain adalah seni dari kepemimpinan yang melibatkan pengertian, penilaian,dan pengawasan sifat-sifat yang dipimpin
2. pemimpin harus menyadari bahwa tindakannya dan perintahnya akan mempunyai efek yang berbeda pada setiap anggotanya, dan tiap orang akan memberikan respon yang berbeda, mengabungkan reaksi dari tiap perorangan.
3. seorang pemimpin sebenarnya memlihara hubungan pribadi yang dekat dengan kelompok yang relative kecil tanpa memandang jumlah manusia yang dikuasainya.

Dasar-dasar sifat
Keadaan tertentu harus dipenuhi apabila seorang akan diterima di masyarakat, dan menyebabkan ia merasa puas, keadaan ini mungkin dapat diartikan kebutuhan dasar manusia. Adapun kebutuhan tersebut :
1. kebutuhan fisik, kepuasaan kebutuhan biologis mungkin menjadi sebab seseorang mempunyai atau bersifat efektif
2. kebutuhan belajar, kebutuhan yang menyebabkan orang berhubungan dengan orang lain
3. rasa aman, kita dapat menduga asalnya kejadian menuju pada suatu titik dimana kita dapat melihat bahwa sesuatu tindakan dapat menyebabkan gangguan pada emosi, pemikiran, keadaan badaniah
4. penerimaan masyarakat, keinginan untuk diterima di kalangan kelompok adalah doronga kuat buat manusia
5. penghargaan, orang membutuhkan penghargaan atas hasil yang dicapainya
6. persamaan diantara manusia, kebutuhanj biologis hampir sama diantara semua orang.


Ciri-ciri kepemimpinan ;
1. moral, dapat diartikan sebagai keadaan jiwa perseorangan . hal ini tergantung kepada sikap terhadap semua hal yang mempengaruhinya seperti teman-temannya
2. Esprit de Corps, merupakan loyalitas kepada kebanggaan akan dan semangat kesatuan yang diperlihatkan oleh anggota-anggotanya.
3. disiplin,adalah sikap perseorangan atau sekelompokorang yang menjamin adanya kepatuhan terhadap perintah-perintah dan berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang perlu seandainya tidak ada perintah.
4. kecakapan, adalah kemampuan fisik, taktis, dan teknis perseorangan dari kesatuan untuk melaksanakan tugas atau misi.



Organisasi dan kepemimpinan

Didalam menangani organisasi ini dengan sendirinya memerlukan pengaturan yang berdasarkan pertimbangan ekonomis, psikologis, dan politik. Dalam pertimbangan penggunaan daripada kekuasaan ini diperlukan dengan sendirinya beberapa cirri kepemimpina sebagai berikut;
1. keahlian, yang merupakan prasyarat untuk dapat mengatasi dan menyelesaikan permasalahn berdasrkan keahlian
2. koersif, yang berarti ia harus mengetahui bagaimana cara ia memperjuangkan keinginannya sehingga diterima
3. stabilitas emosional, ialah cara dengan baik agar segala keinginannya dapat diteriam secara emosional
4. asosional, ialah bertingkah laku agar dapat ditiru secara asosiatif

macam-macam tipe kepemimpinan
Macam-macam tipe kepemimpinan diawali oleh suatu tipe yang disebut direct leader (pemimpin langsung), dimana pimpinan secara langsung mempengaruhi orang lain untuk suatu aktifitas dengan melalui ucapan lisan. Disamping itu ada-pula tipe yang disebut pimpinan tidak langsung, indirect leader, misalnya seorang ahli yang menemukan penemuan baru di bidang fisika, kemudian penemuan ini diikuti oleh banyak ahli aeperti menemukan teknologi yang berhubungan dengan bidang fisika itu.

Syarat umum bagi pemimpin
Segi hubungan antara pimpinan dan anggota kelompok dapat dilihat adanya suatu pola yang asimetris. Artinya disatu pihak mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada pihak-pihak yang lainnya. Pengaruh yang besar ini timbul karena adanya sifat-sifat yang dimiliki oleh pribadi pimpinan, antara lain:
1. sifat yang disenangi warga masyarakatnya
2. sifat yang menjadi cita-cita bagi banyak masyarakat dan yang suka ditiru masyarakat
3. keahlian yang diakui oleh masyarakat
4. sifat yang diwujudkan oleh kekuatan fisiknya
5. sifat yang sesuai dengan norma masyarakat
6. memiliki lambang-lambang pimpinan resmi yang ditentukan oleh adat istiadat

Setelah kita menjelaskan pemimpin menurut cara memimpin, alangkah baiknya bila kita juga mengetahui pemimpin menurut kedudukan atau status mereka terhadap kelompoknya.
a. pemimpin solidaritas, pemimpin yang mencoba menjelmakan sikap-sikap dan keinginan kelompoknya didalam dirinya. Pemimpin ini dipilih dan diangkat oleh kelompoknya
b. pemimpin resmi, merupakan pemimpin yang tidak secara langsung solodaritas dari kelompoknya, tetapi sebagi unsur atasan resmi. Pemimpin ini mempunyai hak dan kewajiban untuk membina kelompoknya.
c. Pemimpin konsultan, merupakan pemimpin yang tidak sama dengan golongan anggota kelompoknya, atau juga bukan termasuk atasan. Pemimpin seperti adalah seorang penasihat, seorang teman dari luar kelompok, organisasi atau masyarakat setempat.

Sumber : Prof. DR. Mar’at, Penerbit : Ghalia Indonesia

Kepemimpinan, Teori dan Pengembangannya

KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan merupakan suatu proses dengan berbagai cara mempengaruhi orang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan bersama. Pembahasan tentang kepemimpinan menyangkut tugas dan gaya kepemimpinan, cara mempengaruhi kelompok, yang mempengaruhi kepemimpinan seseorang.

Tugas Kepemimpinan
Tugas kepemimpinan, leadership function,meliputi dua bidang utama,pekerjaanyang harus diselesaikan dan kekompakan orang yang dipimpinannya. Tugas yang berhubungan dengan pekerjaan disebut task function. Tugsa yang berhubungan dengan pekerjaan perlu agar pekerjaan kelompok dapat diselesaikan dan kelompokm mencapai tujuannya. Tugas yang berhubungan dengan kekompakan kelompok dibutuhkan agar hubungan antar orang yang bekerjasama menyelesaikan kerja itu lancar dan enak jalannya.
Tugas kepemimpinan yang berhubungan dengan kerja kelompok antara lain ;
1. Memulai, initiating; usaha agar kelompok mulai kegiatan atau tugas tertentu.
2. Mengatur, regulating; tindakan untuk mengatur arah dan langkah kegiatan kelompok
3. memberitahu, informing; kegitan memberi informasi,data,fakta dan pendapat kepada para anggota dan meminta mereka dari mereka informasi,data atau pendapat.
4. mendukung, supporting; usaha untuk menerima gagasan,pendapat dari bawah dan menyempurnakannya dengan menambah atau mengurangi untuk penyelesaian tugas bersama.
5. menilai, evaluating; tindakan untuk menguji gagasan yang muncul atau cara kerja yang diambil dengan menunjukkan konsekuensi dan untung-ruginya.
6. menyimpulkan, summarizing; kegiatan untuk menyimpulkan gagasan untuk tindakan lebih lanjut.

Tugas kepemimpinan yang berhubungan dengan kekompakan kelompok antara lain :
1. mendorong, encouraging; bersikap hangat,bersahabat dan menerima orang lain
2. mengungkapkan perasaan, expressing feeling; tindakan menyatakan perasaan terhadap kerja dan kekompakan kelompok seperti rasa puas, senang,bangga,dan ikut sepenangungan seperasaan jika terjadi masalah didalam kelompok
3. mendamaikan, harmonizing; tindakan mendamaikan dan mempertemukan orang-orang yang berbeda pendapat
4. mengalah, compromizing; kemauan untuk mengubah dan menyesuaikan pendapat dengan perasaan orang lain
5. memperlancar, gatekeeping; kesediaan mempermudah keikutsertaan para anggota dalam kelompok, sehingga rela menyumbangkan pendapat.
6. memasang aturan permainan, setting standard; tindakan menyampaikan tata tertib yang membantu kehidupan kelompok

Gaya Kepemimpinan
Berdasarkan dua bidang tugas kepemimpinan, dulu orang hanya mengenal dua gaya kepemimpinan. Pertama gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas,dan yang berorientasi kepaada manusia. Dari dua bidang tersebut,akhir-akhir ini dikembangkan menjadi 4 gaya kepemimpinan dasar,yaitu:

kekompakan tinggi dan kerja rendah
gaya kepemimpinan ini berusaha menjaga hubungan baik,keakraban dan kekompakan kelompok,tetapi kurang memperhatikan unsure tercapainya unsure tujuan kelompok atau penyelesaian tugas bersama. Inilah gaya kepemimpinan dalam perkumpulan social rekreatif,yang sebagian besar ditujukan untuk hubungan antar anggota.
Namun gaya ini dapat cocok dan tepat untuk kelompok yang diwaktu lampau pernah berkembang baik dan efektih, tetapi menghadapi masalah atau situasi yang memacetkan atau melenyapkan semangat anggota. Gaya kepemimpinan ini baik untuk mempengaruhi semangat kelompok dan memotivasi mereka. Gaya kepemimpinan baik juga buat kelompok yang di waktu lampau kurang mempengaruhi pribadi para anggotanya dan terlalu sibuk dengan urusan menyelesaikan masalah atau situasi yang menekan, demi tercapainya tujuan bersama.

Kerja tinggi dan kekompakan rendah
Gaya kepemimpinan yang menekankan penyelesaian tugas dan pencapaian tujuan kelompok. Gaya kepemimpinan ini menampilkan gaya kepemimpinan yang directif. Gaya kepemimpin ini tepat digunakan dalam persaingan dagang yang ketat serta dalam militer.

Kerja tinggi dan kekompakan tinggi
Gaya kepemimpin yang mengutamakan kerja dan kekompakan tinggi baik digunakan dalam pembentukan kelompok. Pemimpin perlu menjadi model untuk kelompok dengan menunjukkan perilaku yang membuat kelompok efektif dan puas. Tujuan yang sebaiknya dicapai adalah membantu kelompok menjadi kelompok yang matang, yang mampu menjalankan kedua tugas kepemimpinan diatas. Gaya kepemimpin ini menjadi tidak cocok dipakai jika tugas dan kekompakan kelompok telah diselesaikan anggota kelompok dengan baik.

Kerja rendah dan kekompakan rendah
Gaya kepemimpinan yang kurang menekankan penyelesaian tugas dan kekompakan kelompok cocok buat kelompok yang telah jelas sasaran dan tujuannya. Gaya kepemimpinan ini merupakan gaya kepemimpinan yang menggairahkan untuk kelompok yang sudah jadi. Gaya kepemimpina ini tidak cocok digunakan kelompok ytang belum jadi. Gaya kepemimpinan ini lemah dan tidak akan menghasilkan apapun.


Cara mempengaruhi kelompok
Diatas sudah dijelaskan bahwa kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang atau kelompok yang dipimpin.
1. pemimpin menyuruh kelompok, manakala dia sendiri memikirkan perkara,memgambil putusan tentang perkara itu dan memberitaukan kepada orang yang dipimpinnya.
2. pemimpin menjual kepada kelompok orang-orang yang dipimpinanya, manakala dia memikirkan perkara, memgambil keputusan tentang perkara itu,lalu memberitahukan putusan itu terhadap orang-orang yang dipimpinanya sambil menjelaskan dan meyakinkan mereka untuk menerima keputusan itu dengan memberitahuka untung-ruginya
3. pemimpin minta nasihat, jika dia mnyampaikan masalah kepada orang yang dipimpinnya meneriam usul dan nasihat serta pemecahannya,lalu membuat putusan sendiri
4. pemimpin bergabung dengan orang yang dipimpin jika dia menyajikan masalah kepada orang-orang yang dipimpin serta bersama mencari pemecahan masalah tersebut,dan akhirnya mencapai pemecahan bersama.
5. pemimpin memberi kekuasaan kepada orang yang dipimpin, dia menyajikan masalah,memberi tahu batas pemecahannya dan menyerahkan kepada mereka cara pemecahannya

Factor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan
Dalam melaksanakan tugas kepemimpina mempebgaruhi orang atau kelompok menuju tujuan tertentu,kita pemimpin, dipengaruhi oleh beberapa factor. Factor-faktor itu berasal dari diri kita sendiri,pandangan kita terhadap manusia, keadaan kelompok dan situasi waktu kepemimpina kita laksanakan.
Orang yang memandang kepemimpinan sebagai status dan hak untuk memdapatkan fasilitas, uang, barang, jelas akan menunjukkan praktek kepemimpinan yang tidak sama dengan orang yang mengartikan kepemimpinan sebagai pelayanan kesejahtraan orang yang dipimpinnya. Factor-faktor yang berasal dari kita sendiri yang mempengaruhi kepemimpina kita adalah pengertian kita tentang kepemimpinan, nilai atau hal yang kita kejar dalam kepemimpinan, cara kita menduduki tingkat pemimpin dan pengalaman yang kita miliki dalam bidang kepemimpinan.


MEMBACA KELOMPOK

Melukiskan perkembangan kelompok dengan menggunakan gambaran anak tangga :
1. Anak tangga pertama, “Tingkat Sopan Santun”, merupakan saat perkenalan dan saling bertanya serta memberitahu hal-hal yang menjadi minat bersama.
2. Anak tangga kedua,”Mengapa Kita Ada Disini”, merupakan saat untuk merumuskan tujuan dan sasaran kelompok.
3. Anak tangga ketiga,”Tingkat Usaha Mendapat Kekuasaan”, merupakan perjalan menuju kematangan kelompok, para anggota akan berusaha untuk mempengaruhi kehidupan kelompok,dan kelompok kecil akan muncul dan menggunakan kelompok besar untuk kepentingan mereka.
4. Anak tangga keempat,”Tingkat Konstruktif”, ditandai dengan perubahan sikap anggota,mereka bersedia dan mampu saling mendengarkan sungguh-sungguh,dan terbuka antara yanf sary dengan yang lain.
5. Anak tangga kelima,”Tingkat Kompak”, pada tingkat ini para anggota berada dalam semangat tinggi,dan tidak ada anggota yang menyalahgunakan kelompok.

Peranan kita sebagai pemimpin
Sementara kelompok makin dewasa, peranan pemimpin semakin berkurang. Seperti kita lihat dalam bab I, tugas pemimpin mencakup dua bidang yaitu, kekompakan kelompok dan pencapaian tujuan kelompok. Kedua tugas itu perlu dijalankan berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangan kelompok. Secara singkat, tugas kita sebagai pemimpin dalam tingkat perkembangan kelompok pertama adalah menciptakan suasana keamanan psikologis, dengan menghilangkan ketegangan batin yang menghalangi pertemuan dan kerja kelompok.
Ketajaman pengamatan,ketepatan penilaian dan keputusan kita sebagai pemimpin menjadi tugas dalam keberhasilan dan kegagalan kita sebagai seorang pemimpin. Pemimpin sebagian besar bertanggung jawab atas kebutuhan fisik para anggota seperti makan,perlengkapan kerja,serta kita juga masih terlibat dalam kelompok dan bersikap mendorong serta mendukung.

Kelompok yang sudah ada
Oleh inspirasi pemimpin itu kelompok itu dilahirkan dan mendapat motivasi untuk bergerak mencapai tujuan. Pada umumnya kelompoitu bersifatnya informal (pada awalnya). Dibutuhkan kepemimpinan direktif, kepemimpinan ini akan menciptakan prosedur dan saluran, memberlakukan peraturan yang pasti dan menuntut pertanggung jawaban yang teratur. Pemimpin tidak harus seorang kharismatis, cukup kalau dia seorang organisiator. Namun semakin kelompok berkembang,kepemimpinan ini tidak mencukupi lagi, para anggota mulai mersa terganggu oleh tata tertib peraturan.

MENGATASI KETEGANGAN

Dalam kehidupan orang-orang yang bersatu dalam kelompok,ketegangan, konflik tak mungkin dihindari. Ketegangan itu dapat diarahkan menuju kebaikan,tetapi juga dapata diarahkan menuju desdruktif. Maka kecakapan untuk menagani, mengolah dan mengatasi ketegangan merupakan hal yang harus dikuasai pemimpin.
Ketegangan kerap bersifat merusak yaitu mengganggu suasana dan memutuskan hubungan antar manusia dan merusak tercapainya tujuan dan penyelesaian tugas. Sebab ketakutan terhadap ketegangan itu membuat kita tidak mampu lagi melihat manfaat perbedaan manfaat.

Strategi mengatasi ketegangan
Pemimpin perlu siap-siap diri agar mampu mempergunakan strategi dan cara-cara untuk menyelesaikan ketegangan yang memungkinkan kebutuhan pribadi dan kelompok terpenuhi. Mengatasi ketegangan dengan cara menghindari itu dapat berhasil, jika maslahnya sepele atau jelas-jelas muncul kepentingan pribadi yang dapat ditangkap intinya. Karena para anggota kelompok dipaksa untuk memegang pendapat dan di bekali informasi yang cukup. Ketegangan dapat diredakan, cara pemecahan ketegangan itu dilakukan dengan memberikan waktu dan membiarkan suasana reda sambil menuju kesempatan untuk dapat memecahkan masalah dengan tenang dan rasional.
Hal ini dapat dilakukan dengan mempergunakan proses kerukunan, reconciliation. Ketegangan dapat dirukunkan,cara mengatasi konflik ini merupakan suatu proses yang menggunakan 4 kecakapan;
1. Diagnosis, mencari macam ketegangan yang muncul;apa yang menjadi pokok ketegangan ,bagaimana informasi, kebiasaan, ajaran, hokum yang berhubungan dengan pokok itu; apakah pernah terjadi ketegangan semacam itu dan cara pemecahannya?hal yang paling sulit didiagnosis adalah ketegangan karena hal religius.
2. inisiatif, merupakan kecakapan untuk mengambil langkah pertama kerukunan; kapan dan bagaimana cara mendekati orang dan kelompok yang terlibat. Kita pemimpin harus siap untuk mengikuti proses yang akan dilewati kelompok untuk menyelesaikan masalah dan mengambil tindakan yang sesuai.
3. mendengarkan, adalah kecakapan untuk melihat sudut pandangan orang lain,kemampuan mengerti apa yang dikatakan secara verbal dan non-verbal.
4. pemecahan masalah, merupakan proses untuk mencapai kerukunan, sekaligus merupakan juga kecakapan.langkah pertama, pemecahan masalah adalah merumuskan masalah,semua pihak diajak untuk maju membicarakan factor-faktor yang menjadi latar belakang pemecahan masalah.langkah berikutnya, sesudah tercapai consensus mengenai rumusan masalah para anggota diminta untuk kembali kekelompok masing-masing. Semua cara pemecahan masalah itu dinilai satu-persatu,dan dipilih yang paling baik. Langkah ketiga, merupakan langkah pengambilan keputusan, pemecahan masalah yang sudah ditemukan oleh demua kelompok kecil itu,kemudian dibawa kedalam pembicaraan kelompok besar.

Perlu diperhatikan bahwa dalam proses pemecahan masalah itu semua anggota kelompok harus bersedia menjalankan fungsi menjaga kekompakan, relationship function, dan fungsi penyelesaian tugas. Semua orang orang yang terlibat dalam ketegangan perlu bersikap mau membantu penyelesaian masalah, bersedia menyampaikan fakta,data dan informasi yang perlu untuk penyelesaina masalah, mau membantu proses pembicaraan itu ditaati,dan rela menyesuaikan diri dan mengalah jika diperlukan.

Konfrontasi
Konfrontasi terjadi apabila seseorang yang mengadakan konfrontasi, confronter, sengaja atau tidak sengaja, melakukan sesuatu secara langsung memaksa orang orang lain berpikir, memeriksa, mempertanyakan dan mengubah beberapa segi tata kelakuannya.

Syarat-syarat untuk orang yang mengadakan konfrontasi:
1. mempunyai hubungan yang baik dengan orang yang dikonfrontasi,paling sedikit sadar mengenai macam hubungan antara dirinya dan orang yang dikonfrontasi.
2. menerima dan bersedia terlibat dengan orang yang dikonfrontasi
3. mengutarakan konfronrtasinya lebih kepada saran daripada tuntutan
4. mengarahkan konfrontasi kepada perilaku konkret dan khusus, yang dapat diingat oleh orang yang dikonfrontasi dan bukan kepada motif,maksud atau intensinta.
5. membuat jonfrontasinya singkat dan jelas
6. menyampaikan fakta sebagai fakta ,perasaan sebagai persaan dan tafsiran sebagai tafsiran

syarat-syarat untuk orang yang dikonfrontasi
1. menerima konfrontasi sebagia ajakan menggali diri sendiri
2. terbuka untuk mengetahui bagaimana perilakunya dirasakan oleh orang lain
3. siap menahan kekacauan batin dan kehilangan keseimbangan diri akibat konfrontasi
4. menanggapi konfrontasi secara wajar, tidak terlalu mudah menerima semua konfrontasi sebagai benar ataupun sebagai omong kosong
5. mendengarkan dan berusaha mengerti apa yang dikatakan orang tentang dirinya,memikirkannya atau minta penjelasan tanpa menjadi defensive.

Syarat-syarat untuk kelompok:
1. apabila konfrontasi terjadi dalam kelompok,harus sudah tercipta sikap saling percaya dan menerima yang tinggi
2. konfrontasi harus sesuai dengan tujuan kelompok. Konfrontasi didepan rumah ibadah terhadap umat tidak tepat,sebab tidak diharapkan semua anggota umat.


MENYEMPURNAKAN GAYA KEPEMIMPINAN

Tidak heran kalau sampai muncul sebuah pepatah “ pemimpin dilahirkan, bukan dididik”. Artinya kepemimpinan dipandang sebagai charisma pribadi yang dibawa sejak lahir. Tetapi hal ini tidak terlalu berarti bahwa kepemimpinan itu sebuah benda berharga yang jatuh dari langit. Kepemimpinan dapat dilatih dan pemimpin dapat diciptakan.

Umpan balik
Kepemimpinan baru merupakan kepemimpinan,jika dirasakan sebagai kepemimpinan oleh orang yang dipimpin. Agar kepemimpinannya efektif, pemimpin harus mengetahui bagaimana orang lain yang dipimpin memandang dirinya,yang dinamakan umpan balik. Umpan balik adalah komunikasi dengan kata-kata, verbal atau dengan bukan kata-kata non-verbal, kepada seorang atau sekelompok orang dengan mengungkapkan kepada mereka:
1. tentang bagaimana perilakunya seperti kata-kata, tindakan, cara kerja, membawa akibat pada diri kita
2. tentang bagaimana perilaku kita membawa akibat pada mereka
3. tentang perasaan yang kita alami (sharing)

Anggota kelompok lain yang dapat kita mengerti berkat bantuan “jendela Johari” adalah orang yang tidak berbicara banyak tentang dirinya dan tidak banyak diketahui oleh kelompok. Orang semacam itu menghabiskan banyak energi untuk mempertahankan diri sebagai suatu system yang tertutup, sampai tinggal kekuatan sedikit saja untuk berbuat sesuatu yang produktif. Jendela johari bermanfaat dalam dua cara :
1. memberi tahu kepada kita, pemimpin, alas an rasional tentang manfaat acara umpan balik dan penghargaan orang mengenai nilainya
2. membantu kita, pemimpin, menemukan gejala dari perilaku yang tidak tepat yang agak permanen pada para anggota kelompok dan krena itu dapaat membantunya untuk mengatasi kekurangan itu.

Pada umumnya kita pemimpin menerima umpan balik,yang mana terkadang disampaikan dengan tepat,kadang dengan nada bermusuhan, kadang dengan gaya lembut, kadang dengan cara menyakitkan hati, dan kadang bermanfaat atau tidak berguna sama sekali. Umpan balik merupakan interaksi antara individu maupun kelompok.
Kita sudah membicarakan teori jendela johari yang berguna untuk melihat nilai umpan balik dan sharing. Semakin besar kterbukaan kita satu sama lain, semakin besar kepercayaan dan kekompakan dalam kelompok dan semakin besar produktivitasnya.

MEMBUAT KEPUTUSAN

Cara-cara keputusan diambil
Cara pertama, satu orang membuat keputusan bagi kelompok. Jika keputusan itu dianggap baik dan diterima oleh kelompok orang itu merasa dipakai dan bermanfaata bagi kelompok.
Cara kedua, satu orang yang merasa mempunyai hak, membuat keputusan bagi kelompok. Kadang-kadang terjadi dalam suatu kelompok ada seorang anggota yang merasa memndapat hak untuk membuat keputusan bagi kelompoknya. Cara membuat keputusan seperti ini merupakan perangkap bagi kita, pemimpin, yang tidak membagikan informasi kepada kelompok atau yang berpikiran bahwa kedudukannya dalam kelompok memberinya hak istimewauntuk membuat keputusan dalam kelompok dalam segala hal dan pada segala kesempatan.
Cara ketiga, dalam membuat keputusan adalah dengan bergandeng tangan. Dalam suatu kelompok ada seseorang anggota kelompok yang mengusulkan suatu usul yang jitu.
Cara keempat, sekelompok kecil, memutuskan bagi kelompok. Ktegangan dan tekanan terjadi terbuka apabila sekelompok kecil itu memcoba memutuskan bagi seluruh kelompok. Kelompok kecil secara umum dan perorangan menerima keputusan.
Cara kelima, pengambilan keputusan lewat cara pemilihan. Lewat pemilihan memberi kemungkinan bahwa sebagian besar anggota menang. Ini berarti bahwa ada anggota yang kalah, kompetitif, yang tidak menyediakan lingkungan yang baik bagi pertumbuhan kelompok.
Cara keenam, keputusan terjadi berdasarkan persetujuan bersama. Persetujuan bersama biasanya merupakan cara yang paling sehat bagi kelompok untuk membuat keputusan.

Keputusan yang baik dan benar
Mengumpulkan data dan fakta, mempertimbangkan, lalu mengambil keputusan. Cara berpikir dan membuat keputusan itu baik untuk keputusan yang tidak melibatkan orang lain. Unsur pertama yang ada dalam keputusan yang diambil dengan melibatkan orang lain adalah mutunya. Tidak semua masalah sama sifatnya, oleh karena itu keputusan untuk menyelesaikan masalah tidak sama jenisnya.

Proses membuat keputusan
Pada awal pengambilan keputusan itu selalu ada godaan bagi kelompok untuk segera menyelesaiakn masalah denagan cepat tanpa mebuat persetujuan dahulu mengenai masalah. Cara membuat keputusan dalam rangka menyelesaikan ketegangan:
1. merumuskan sasaran
2. merumuskan halangan dan hambatan untuk mencapai sasaran yang sudah dirumuskan
3. memilih masalah yang bila dipecahkan memungkinkan kelompok bergerak menuju tujuan
4. melahirkan dan mengumpulkan keputusan yang mungkin
5. menilai segala keputusan yang mungkin dihasilkan oleh kelompok lewat tehnik pengumpulan gagasan
6. memilih satu keputusan dan perencanaan untuk melaksanakannya.


MENYUSUN RENCANA
Perencanaan merupakan pekerjaan yang berat dan menuntut kesabaran. Seperti halnya dalam membuat keputusan kita jangan meloncat membuat keputusan sebelum masalah dirumuskan,begitu juga dengan perencanaan kita jangan langsung saja bekerja sebelum langkah menuju tujuan dirumuskan.

Proses perencanaan
Perencanaan dapat disefenisikan sebagai berpikir kedepan mengenai jalannya kegiatan dengan mengerti betul-betul mengenai segala factor yang tersangkut, dan ditujukan kepada sasaran tertentu. Salah satu model perencanaan berjalan menurut langkah berikut:
1. merumuskan kebutuhan, kita perlu menentukan kebutuhan-kebutuhan yang akan dipenuhi oleh tujuan atau sasaran
2. menganalisis kebutuhan, segala kebutuhan yang ada dalam rangka maksud tujuan kelompok dan sudah dikumpulkan serat dicatat dianalisis bersama kelompok
3. merumuskan sasaran, jika daftar sejumlah kebutuhan sudah dirumuskan dan diperbanyak untuk semua anggota kelompok, kepada kelompok disediakan waktu tenang untuk berpikir. Rumusan sejumlah kebutuhan itu dipergunakan untuk merumuskan tujuan.
4. memancangkan sasaran, jika kelompok sudah puas dengan satu set tujuan yang kita penuhi mencapai maksud tujuan kelompok,maka sasaran dapat dipancangkan.


PENGELOLAAN
Pengelolaan merupakan pengertian yang lebih sempit dari kepemimpinan. Pengelolaan merupakan jenis kepemimpinan yang khusus. Hal yang paling penting dalam pengelolaan adalah tercapainya tujuan organisasional kelembagaan.
Fungsi pengelolaan sama untuk segala macam pengelolaan: merencanakan, mengorganisasi,memotivasi, dan mengawasi. Gaya pengelolaan yang kita pergunakan tergantung dari kebutuhan orang-orang yang kita pimpin atau lembaga.

Yang dilakukan oleh pengelola
Pengelola,manager,merencanakan,mengorganisasi,memotivasidan mengawasi.semua fungsi tugas itu saling berhubungan dan tergantung satu dan lainnya.
• Tugas merencanakan, menyangkut penyiapan cara untuk mengetahui sejauh mana usaha mencapai tujuan atau sasaran itu berhasil, dengan menciptakan criteria untuk mengukur agar tujuan tercapai.
• Tugas mengorganisasi, merupakan fungsi untuk mempergunakan segala sumber tenaga,dana, bahan material yang ada dengan cara yang akan menyelesaikan tugas yang sudah direncanakan.
• Tugas memotivasi, adalah fungsi mendorong diri sendiri dan orang lain untuk mengejar tujuan atau sasaran.
• Mengawasi, merupakan kata yang dibenci.tetapi pengawasan merupakan fungsi yang biasa dan enak, jika perencanaan, pengorganisasian,dan pemotivasian sudah dibuat.

Gaya pengelolaan
Ada 4 gaya dalam pengelolaan :
1. gaya tradisional, pengelola mempunyai cirri keterlibatan kuat pada lembaga dan enggan mengambil resiko
2. gaya pengusaha, pengelola dengan gaya ini mempunyai keterlibatan kecil pada lembaga dan terangsang serta amat suka mengambil resiko dan menganggapnya tantangan
3. gaya bertujuan, pengelola dengan gaya ini tampil sebagai pengelola yang mempunyai keterlibatan kuat terhadap lembaga dan mau bereksperimen dan mengambil resiko
4. gaya krisis, pengelola dengan gaya ini tidak memiliki keterlibatan kuat dengan lembaga dan enggan mengambil resiko


DELEGASI

Salah satu dimensi pengelolaan yang yang penting adalah delegasi. Secara singkat dapat dikatakan bahwa delegasi adalah pemberian sebagian tanggung jawab dan kewibawaan kepada orang lain. Delegasi merupakan salah satu alat kepemimpinan. Seperti alat lain, kiat memerlukan kecakapan untuk dapat mempergunakannya, mengetahui kegunaan dan cara kerjanya.

Cara menjalankan delegasi
Dalam delegasi ada rasa takut, ada resiko. Sebab ada perbedaan jarak antara kita dan orang yang diserahkan delegasi.tetapi rasa takut ini tidak perlu meniadakan pentingnya delegasi. Kecuali kesediaan untuk mengambil resiko, ada unsur-unsur lain yang tersangkut dalam delegasi, yaitu:
1. apa yang didelegasikan
2. komunikasi terbuka antara orang yang menyerahkan dan menerima delegasi
3. kejelasan isi delegasi
4. harapan yang diletakkan pada orang yang diserahi delegasi
5. kekuasaan yang diserahkan
6. pengawasan yang wajar
7. orang yang diserahi delegasi

untuk melaksanakan delegasi proses dibawah ini mungkin membantu:
1. perhatikan orang yang hendak kita beri delegasi, mengapa orang ini kita minta,dan apa tepatnya hal yang akan kita minta padanya
2. jelaskan permintaan itu dalam situasi tenang dan santai. Orang yang kita serahi delegasi kita berikan latarbelakang tugas dan hal yang mungkin akan tersangkut dalam tugas itu
3. sampaikanlah harapan kita kepadanya dan jelaskan kekuasaan yang kita berikan kepadanya
4. hendaknya kita setia terhadap kesepakatan yang sudah dibuat,dan jika ingin perubahan hendaknya ceritakan kepada dia


KEKUASAAN

Kekuasaan dipandang dalam kerangka interaksi antar manusia merupakan kekuatan yang dapat memaksakan kehendaknya pada orang lain.bentuk permainan kuasa :
1. dibuat tak berdaya, , bila kita dihadapkan pada kekuasaan orang yang memegang kewibawaan dengan diperkuat tindakan harus taat
2. persuasi, orang yang memegang kekuasaan mempengaruhi orang lain dengan menyinggung kesombongan dan harga dirinya
3. memanfaatkan rasa salah, rasa malu atau ketidaktahuan orang. Permainan kuasa ini memanfaatkan orang dengan mempergunakan dugaan yang tidak pada tempatnya
4. ancaman, dalam hal ini kita dibuat bingung dan kehilangan arah, kita berpikir bahwa kita berbuat sebaik mungkin,kemudian kita dihadapkan pada situasi yang tidak enak
5. meremehkan,merupakan metode untuk menyelesaikan hal yang menghalangi rencana,dengan mengesampingkan ataupun menganggap sepele suatu hal.
6. kejutan dan keterpaksaan, melakukan pekerjaan dibawah suruhan yang mndorong bahwa kita harus melakukan hal tersebut atau jika kita melakukannya akan terkena konsekuensi.

Menghadapi kekuasaan
Ada beberapa cara menghadapi kekuasaan :
1. tunduk dan taat, alasan taat itu dapat karena orang yang mempunyai kuasa,karena perkara yang diperintahkan,karena situasi waktu diperintahkan,ataupun karena alasan lain
2. mempertajam, tindakan ini dimulai dengan mempertanyakan penalaran atau pemecahan perkara yang diajukan oleh yang memegang kekuasaan
3. pernyataan tegas, dengan pernyataan tegas kita mempertahankan hak kita, tanpa mengurangi hak orang yang memberi kuasa
4. kerjasama, cara ini tidak sekedar berhenti menanggapi penggunaan kekuasaan, tetapi menggunakan kekuasaan menuju hal yang lebih tinggi.

MENGELOLA WAKTU

Kecakapan pemimpin: perencanaan, pengelolaan, dan melaksanakan delegasi. Kecakapan itu telah menghemat banyak waktu kita.

Kecakapan dibidang waktu
Oleh para ahli psikologi dikemukakan suatu konsep yang disebut kecakapan,waktu. Dengan kecakapan itu orang hidup pada waktu kini sedemikian, sehingga tetap sadar akan hubungan antara waktu kini, lampau, dan yang akan datang. Kita dapat meningkatkan kecakapan kita dalam hal penggunaan waktu. Untuk itu kita perlu melepaskan beberapa hal, kebiasaan,keenakan,perilaku agar dapa berubah. Untuk menjadi cakap di bidang waktu kita perlu:
1. merenungkan selama sepanjang hari dan pada akhir hari berapa banyak waktu kita habiskan untuk memikirkan masa lampau atau masa depan, atau masa kini
2. memperkembangkan kesadaran selama sepanjang hari, berapa kali kita jatuh hanya memikirkan masa lampau, masa depan atau kini yang dilepaskan dari masa lampau dan masa depan
3. mengembangkan disiplin untuk membawa diri kita kembali ke kenyataan dan kebiasaan hadir disini dan ditempat ini.

Ada beberapa sebab mengapa kita memboroskan waktu:
1. kita ragu-ragu untuk menangani tugas yang sukar. Kita biasanya memandang selesainya seluruh pekerjaan daripada selesainya pekerjaan itu perbagian
2. kita menunda pekerjaan untuk mencari alasan atas mutu pekerjaan yang kita hasilkan. Kita yakin dapat mengerjakan pekerjaan yang ada didepan kita,tetapi kita takut untuk mengambil resiko
3. kita terorganisasikan secara buruk, karena kita tidak suka atau mampu membuat rencana, atau malas
4. kita risau mengenai pekerjaan yang ada didepan kita. Oleh pengalaman dimasa lampau, misalnya kegagalan,kita menjadi risau terhadap pekerjaan yang kita lakukan

ada beberapa tehnik mengelola waktu :
1. mencatat pengunaan waktu. Sepanjang hari atau pada sore hari kita mencatat bagaimana kita mempergunakan jam-jam yang sudah berlalu
2. menggunakan agenda. Mencatat kegiatan yang akan kita lakukan dalam agenda dan merupakan semacam perencanaan
3. membatasi waktu. Setiap pekerjaan membutuhkan dan memiliki batas waktu dalam penyelesaiannya.

Sumber : Charles J. Keating, Kanisius